Oleh: Artawijaya
Hidayatullah.com | PADA sekitar tahun 1980-an, sebuah buku berjudul Hadhir Al-‘Alam Al-Islami karya Dr. Ali Garishah, dosen Universitas Madinah, yang kemudian diterjemahkan oleh Pustaka Al-Kautsar dengan judul Wajah Dunia Islam Kontemporer menjadi buku yang banyak diburu para aktivis Islam kala itu. Buku tersebut menggambarkan tentang kondisi umat Islam di dunia, yang oleh Dr Ali Garishah dikategorikan menjadi tiga bagian.
Pertama, negeri-negeri Islam yang dirampas. Kedua, negeri yang sedang berjihad. Ketiga, negeri yang terancam bahaya. Tiga kategori yang menggambarkan kondisi negeri-negeri muslim pada saat itu (sekitar tahu 1980-1990), yang menurut Dr Ali Garishah, berada dalam ancaman penguasa diktator, rongrongan minoritas non-muslim, dan intervensi asing yang didalangi oleh tiga kekuatan besar: Zionis, Kapitalis, dan Komunis.
Faktanya, apa yang ditulis oleh Dr. Ali Garishah semuanya sudah menjadi kenyataan. Negeri-negeri Muslim pada masa itu mengalami dilema yang luar bisa; kalau tidak dipimpin diktator, ya ditindas oleh penjajah asing dan para komprador.
Saat ini, arus demokrasi yang dipaksakan oleh Barat sedang menerjang negara-negara Timur Tengah. Kalau arus demokrasi itu mandek, maka kekuatan militer akan digunakan, sebagaimana terjadi di Iraq, Suriah, Afghanistan dan Libya.
Wajah Indonesia
Hal yang menarik dari buku Wajah Dunia Islam Kontemporer adalah, Dr Ali Garishah memasukkan Indonesia dalam kategori negeri yang terancam bahaya. Ancaman tersebut, menurutnya berasal dari dua kekuatan, yaitu Komunisme dan ‘Kristenisasi’.
Dr Ali Garishah menyatakan, pada masa pemerintahan Soekarno, umat Islam berjuang melawan Komunisme, dan pada masa rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, umat Islam berjuang melawan gerakan Kristenisasi terselubung yang mendompleng kekuasaan. Pada masa lalu, birokrasi, tentara, dan pengusaha dikuasai oleh kekuatan Kristen dan kelompok kebatinan.
Mereka dianggap menumpang gerbong Orde Baru dengan kebijakan-kebijakan yang memarjinalkan umat Islam. Penguasa, pengusaha, dan tentara ketika itu dijadikan alat untuk menindas umat Islam, baik menindas kekuatan ekonomi, sosial, maupun politik.
Selain itu, Dr. Garishah juga menyoroti tentang pengerukan kekayaan alam Indonesia dengan nama “Penanaman Modal Asing”, yang pada masa itu didominasi oleh perusahaan-perusahaan asal Amerika. Dr Ali Garishah menulis,”Produksi minyak yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia, yaitu 70% dari seluruh hasil ekspornya dan merupakan 70% dari anggaran belanja negara, hampir semuanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan minyak Amerika, dengan perbandingan antara 11 dari 16 perusahaan yang ada. Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara terkaya akan sumber alam di Asia Tenggara, namun rakyatnya tetap miskin yang kekayaannya itu hanya dinikmati oleh perusahaan asing dan golongan elit, serta para pejabat yang berkuasa.”
Dr Ali Garishah juga menulis beberapa poin penting yang ia sebut sebagai usaha-usaha ke menuju ‘pemurtadan terselubung’. Di antara poin-poin yang ia catat adalah:
Pertama, kelompok minoritas berhasil menyusup ke dalam jajaran pemerintahan dengan mendominasi partai penguasa baik pada badan eksekutif ataupun legislatif. Disamping juga mendominasi beberapa daerah dan propinsi.
Kedua, dengan bekerjasama dengan kalangan etnis China, kelompok minoritas telah mendominasi bidang ekonomi, walaupun jumlah mereka kurang dari 10% dari jumlah penduduk.
Ketiga, jumlah tempat ibadah non-Muslim meningkat tajam. Gereja yang ada sudah melebihi 8000 buah, dengan 3500 pendeta, dan 8000 penginjil yang mendominasi media massa. Di tambah 50 lapangan terbang untuk kepentingan gerakan misi dan sejumlah besar lembaga pendidikan rumah Sakit dan poliklinik.
Demikian poin-poin yang disampaikan oleh Dr Ali Garishah mengenai kondisi negeri Muslim Indonesia pada tahun 80-an. Buku ini sempat membuat merah wajah pemerintah Orde Baru, sehingga memerintahkan Kejaksaan Agung untuk melarang buku tersebut dan menarik peredarannya dari masyarakat. Termasuk penerbit yang menerjemahkan buku itu pun tak lepas dari ancaman pemerintah ketika itu.
Sekarang, lebih dari 30 tahun setelah tulisan itu beredar. Apakah analisa Dr Ali Garis masih berlaku atau sudah berubah?
Sebagian mengatakan, apa yang disampaikan dalam buku itu sudah berganti dengan baju yang lebih luwes, bahkan ‘berbaju muslim’. Basis-basis Muslim masih menjadi sasaran orang lain, bahkan target orang asing. Termasuk juga lembaga-lembaga agama, sekolah Islam dan para juru dakwahnya.
Sebagaian kalangan juga beralasan, fakta banyak ditemukan, jika umat Islam melakukan suatu aksi, tiba-tiba di media massa, media sosial, dengan cepat muncul tudingan intoleran, anti-keragaman, olok-olok dan propaganda-propaganda lain. Di antaranya makin banyaknya para buzzer-buzzeRP (baik yang politik atau yang berkedok komedian) muncul jika ada aksi atau kegiatan kelompok Islam.
Benarkah itu semua mendukung thesis yang disampaikan Dr Ali Garishah? Wallahu ‘alam.*
Penulis buku-buku Sejarah