“Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah penakluk dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” (HR. Ahmad)
Oleh: Mohmmad Ramli
SALAH satu kelemahan generasi Islam saat ini adalah lupa atau bahkan tidak tahu sejarah keemasan Islam, peradabannya yang maju dan gemilang. Dalam dunia pendidikan, sisi ini tidak banyak tersentuh dan kurang mendapat perhatian. padahal kalau dikaji lebih dalam banyak sekali nilai-nilai tarbiyah dan jihadiyah yang dapat kita ambil dan kita ajarkan kepada anak didik.
Kota Konstantinopel yang dibangun pada tahun 330 M oleh Kaisar Byzantium (Konstantien 1) menjadi Ibu Kota Romawi Timur dan merupakan kota paling kuat di dunia pada masanya.
Sekitar 800 tahun lamanya, mimpi indah ini tersimpan rapi dalam lembaran-lembaran kitab hadits. Bukan tidak ada yang berminat menjadi pahlawannya. subhanalloh Sudah banyak. bahkan, sekitar 11 kali percobaan telah dilakukan oleh tokoh-tokoh besar. Termasuk yang paling bersemangat adalah Abu Ayyub Al-Anshari. Kuburannya yang ditemukan di dekat benteng Konstantinopel menjadi bukti kuat keinginan untuk menjadi pembuat sejarah besar dan pewujud mimpi indah itu.
Muhammad al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah. Sementara Muhammad Al Fatih merupakan generasi ke tujuh dari kekhalifan Utsmani di Turki. Dia mendapat gelar Al Fatih karena keberhasilannya membuka atau menaklukkan konstantinopel yang merupakan pusat ibu kota Kristen timur saat itu kemudian dirubah menjadi Islambol (Islam keseluruhannya) dan sekarang dikenal dengan nama Istanbul. Dibalik kebesaran namanya dan keberhasilannya dalam menaklukkan konstantinopel ada nilai-nilai tarbiyah yang dapat menjadi pelajaran berharga bagi pendidikan kita saat ini
Kurikulum Pendidikan
Dalam usia yang masih relatif muda, Muhammad Al-Fatih sudah menghafal Al-Quran 30 Juz, menguasai Ilmu Hadits, memahami Ilmu fikih, matematika, ilmu falak, strategi perang, menguasai enam bahasa. beliau adalah sosok yang pemberani namun tetap tawadhu’. hal ini membuktikan bahwa dalam design dan konsep kurikulum haruslah dibangun diatas landasan Al-Quran. Belajar dan menhafalnya merupakan pelajaran yang terbaik dari semua pelajaran sebagaimana hadits Rasul:
“Sebaik-baik kamu adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya”
Jadi pendidikan kita harus unggul dalam aspek al-Quran. Sangat sulit dibayangkan jika generasi Islam saat ini tidak bisa membaca al-Quran dan memahaminya. Al-Quran telah menjadi energi paling kuat pada diri Muhammad Al Fatih. Begitu juga banyak ulama besar yang pernah lahir dan tercatat dalam sejarah yang telah menghafal al-Quran terlebih dahulu sebelum mempelajari yang ilmu yang lain. Dan selalu menjadi fakta bahwa penghafal al-Quran memiliki kecerdasan yang tinggi, sehingga ilmu ilmu yang lain akan mengalir dengan mudah sebagaimana Muhammad Al Fatih yang di dalam dirinya terpadu aspek pengetahuan agama dan ilmu penunjang yang lain seperti bahasa, ilmu perang dan lain-lain.
Peran Guru
Pada awalmya Muhammad Al Fatih sulit untuk diandalkan oleh ayahnya yang saat itu sebagai khalifah ke 6. Kebiasaan hidup mewah diistana sehingga menjadi anak yang manja, dia selalu berlindung dibalik kebesaran sang ayah sehingga menyulitkan para ulama yang didatangkan ke istana untuk mendidiknya. Hingga akhirnya kelembutan dan ketegasan dua ulama besar berhasil menundukkan Muhammad kecil yaitu Syeikh Aaq Samsuddin dan Muhammad Ismail Al-Qurani. Ditangan sang guru Al-Fatih belajar banyak hal, berhasil menghafal al quran dan menguasai ilmu lainnya. Diusianya yang 14 Tahun Muhamad Al Fatih menjadi pemuda yang cerdas dan taat beragama.
Muhammad Al Fatih berkata tentang gurunya:
“Penghormatanku kepada Syeikh mulia ini tanpa aku sadari. Aku bisa menjadi emosional dihadapannya. Aku bergetar dihadapannya. Adapun para syeikh yang lain, ketika mereka datang menghadapku. Justru mereka yang bergetar dihadapanku.”
Itulah sang penakluk spritual Konstantinopel, begitu berwibawa dan bersahaja dimata sang murid sekaligus pemimpin, nashabnya bersambung dengan khalifah Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu anhu.
Syeikh Aaq Syamsuddin selalu mendidik Muhammad Al Fatih dengan keimanan, keislaman dan keihsanan. dan selalu memotivasi Al Fatih dengan hadits: “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah penakluk dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” (HR. Ahmad)
Hal yang menarik adalah pada saat Muhammad Al-Fatih meminta agar sang guru bisa ikut perang bersama-sama dengannya, karena beberapa kali percobaan perang melawan pasukan konstatinopel belum menuai hasil. Sampai pada akhirnya utusan datng dua kali ke kemah sang guru lalu berpesan bahwa “Allah akan memberi kemenangan.” Sebuah motivasi yang sangat luar biasa. Tidak berhenti disitu, karena Al Fatih tidak puas dengan jawabn sang guru akhirnya dia sendiri pergi menjumpai gurunya dan membuka tenda denga pisau, dia mendapatkan gurunya sedang sujud cukup lama kemudia bangun dan berkata kepada Muhammad Al Fatih “aku selalu mendoakanmu semoga Allah berikan kemenangan”.
Begitulah seharusnya seorang guru terus mendoakan kebaikan bagi murid-muridnya. Mengajar dengan penuh keikhlasan dengan jiwa yang bersih, berwibawa dan terus memberikan motivasi.
Pendidikan Akhlak dan Spritual
Kita mungkin bertanya apa hubungannya spritual dengan kemajuan peradaban. Itulah keunikan dan karakter peradaban Islam asasnya adalah tauhid. Dalam sejarah diceritakan bahwa Muhammad Alfatih adalah orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah, puasa sunnah, tidak pernah masbuk sholat berjama’ah, membaca al-Quran, sholat lail malam sebelum berangkat perang esok hari. Ini merupakan pelajaran penting bagi dunia pendidikan kita saat ini yaitu dengan orientasi duniawi semata membuat lupa mendidik dan membina spritual anak. Sudah saatnya pendidikan kita berorientasi kepada mendekatkan diri kepada Allah, bukan berarti tidak perlu belajar yang lain, namun porsi spritual harus menempati posisi yang utama.
Kemudian yang menjadi rahasia perbedaan sosok Muhammad Al Fatih dengan tokoh yang lainnya yang pernah dilahirkan sejarah adalah komposisi kepribadiannya yang mengumpulkan banyak sekali karakter dan dan sifat yang jarang sekali terkumpul dari satu pribadi. Menghargai ilmu, menghormati Guru, tidak sombong dan adil. Murid harus butuh terhadap guru bukan sebaliknya.
Bahkan pada pada suatu ketika setelah selesai menaklukkan konstantinopel Muhammad Al Fatih menemui gurunya Aaq Syamsuddi untuk ikut berkhalwat di kemah (tempat yang sederhana) dengan tujuan agar terhindar dari kehidupan dunia, jabatan dan harta yang melenakan membuat lupa kepada Allah. Namun sang guru menolak dan meminta agar Al Fatih tetap memimpin rakyatnya. Sang guru menasehati bahwa jika engkau ikut bersamaku lalu mendapatkan sprtual yang hanya untuk dirimu sendiri. Namun jika engkau memimpin dengan adil dan amanah maka kamu kebaikanmu bukan hanya untuk dirimu tapi bermanfaat untuk orang banyak.
Subhanallah, pendidikan yang betul-betul dipadu dan diramu dengan bumbu keimanan, spritual yang tinggi, kekayaan akhlak dan adab sehingga lahir manusia unggul dan dikenang dalam sejarah Islam Muhammad Al Fatih dan Gurunya Syeikh Aaq Syasuddin Rahimahumallah Ta’ala.*
Penulis seorang guru, tinggal di Batam