Oleh: Neneng Suryani
Hidayatullah.com | KEMISKINAN adalah ketidak mampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara harfiah kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda.
Kemiskinan dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai persamaan arti dengan kata kefakiran. Islam melalui kitab suci Al-Quran menggunakan beberapa kata dalam mengambarkan kemiskinan, yaitu faqiir, miskiin, al-sa’iil, dan al-mahruum. Tetapi kata fakir dan miskin serta berbagai bentuk lain dari keduanya paling banyak disebutkan dalam ayat Al-Quran.
Yang namanya manusia akan diuji oleh Allah SWT yang pertama adalah takut khawatir cemas. Takut kelaparan, takut kekurangan harta, takut sakit, takut kehilangan, takut mati. Yang namanya musibah ada 2, musibah yang baik (hasanat) dan musibah yang buruk (syaiat), musibah yang baik contohnya kaya, punya kekuasaan, sehat, dan musibah yang buruk contohnya sakit, miskin, gapunya pekerjaan.
Manusia kebanyakan di uji yang baik atau yang buruk? Diuji dengan yang buruk, kalau mereka diuji yang baik mereka merasa bukan musibah, mereka berfoya-foya dengan hartanya, mereka sombong dengan jabatannya. Munculnya orang kaya dan orang miskin adalah ujian, semua itu akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah, belum tentu kemualian ada di dalam diri orang kaya, atau orang alim, bisa saja orang miskin lebih mulia di hadapan Allah.
Di antara kita juga demikian, orang kaya ujiannya melihat orang miskin dan orang miskin ujinnya melihat orang kaya, misal orang miskin berkata, “Kok bisa ya, saya shalat terus tetapi miskin terus”. Dan orang kaya ada pandangan merendahkan, “Yang kaya adalah saya, yang sukses adalah saya.” Dengan kekayaanya bukan semakin dekat dengan Allah malah tambah jauh oleh Allah SWT.
Dalam QS az-Zukhruf ayat 32, Allah SWT berfirman;
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka peng hidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mem pergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS: Az-Zuhruf: 32)
Pembagian hamba yang kaya dan miskin sesuai dengan ketetapan yang diberikan oleh Allah SWT. Dari semua ketetapan yang telah diberikan dan apa-apa yang terjadi di dunia ini adalah bentuk-bentuk dari ujian.
Allah SWT memberikan ujian kepada hamba-Nya, salah satunya dengan bentuk harta yang mereka miliki.
QS al-Anbiya ayat 35 menjelaskan lebih dalam tentang ujian yang diberikan Allah SWT. Dalam surah tersebut, Allah berfirman, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
Jika seorang hamba diberikan kelebihan, bukan berarti bentuk cinta dan kasih sayang. Kelebihan yang ia miliki tidak serta-merta menunjuk kan jika Allah SWT lebih sayang kepada dirinya dibandingkan makhluk yang lain. Hal tersebut adalah ujian yang harus dilalui. Orang yang diberikan kelebihan dalam hal harta, jabatan, serta kekuasaan, hendaknya lebih berhati-hati dan memperbanyak mengingat Allah SWT.
Manusia cenderung memiliki sifat lupa daratan atau lupa pada Tuhannya ketika mendapatkan kelebihan dan berujung berbuat zalim. Dalam QS: asy-Syura ayat 27, Allah telah mengingatkan perihal tersebut.
وَلَوْ بَسَطَ ٱللَّهُ ٱلرِّزْقَ لِعِبَادِهِۦ لَبَغَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَآءُ ۚ إِنَّهُۥ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرٌۢ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukur n. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS: Asy-Syura: 27)
Ada seseorang mendapatkan harta diperlukan usaha dan kerja keras. Begitu mendapatkannya, ia akan bersusah payah untuk menjaga kekayaan yang dimiliki. Hidupnya pun akan berputar dalam urusan harta dan melalaikan urusan dengan Allah SWT. Maka itu, Allah SWT memberikan batas atas rezeki yang dimiliki oleh hamba-Nya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Menurut Islam faktor-faktor kemiskinan yaitu:
Pertama, tidak mau berusaha
Tidak mau berusaha yaitu belum mencobanya tetapi sudah menyerah. (Q.S Al-Baqarah/2: 273)
لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ࣖ
“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui”.
Kedua, penindasan
Penindasan adalah memperlakukan sewenang-wenangnya, menguasai secara paksa dengan kekerasan. (Q.S Al-Hasyr/59: 8)
لِلْفُقَرَاۤءِ الْمُهٰجِرِيْنَ الَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا وَّيَنْصُرُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَۚ
“(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridaan(-Nya) dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Ketiga, cobaan
Cobaan merupakan sesuatu yang diuji yang bertujuan untuk mengetahui seberapa kuat dan sabar iman seseorang, biasanya diberikan oleh Allah swt. Musibah adalah sesuatu yang terjadi akibat disengaja maupun tidak sengaja yang menyebabkan kerugian baik itu materi maupun mental dan pasti ada hikmah dibaliknya. (QS: Al-An’am/6: 42)
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَآ اِلٰٓى اُمَمٍ مِّنْ قَبْلِكَ فَاَخَذْنٰهُمْ بِالْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُوْنَ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelum engkau, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kemelaratan dan kesengsaraan, agar mereka memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati.” (QS: Al-An’am/6: 42).
Islam pun memberikan solusi mengatasi kemiskinan dengan beberapa cara yang bisa di lakukan di antaranya ialah: zakat (Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh umat Muslim untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerima, seperti fakir miskin, yatim piatu dan semacamnya, sesuai dengan yang ditetapkan oleh ajaran islam), infak wajib yang sifatnya insidental, menolong orang miskin sebagai ganti kewajiban keagamaan, misalnya membayar fidyah, menolong orang miskin sebagai sanksi terhadap pelanggaran hukum agama.
Yang bersifat anjuran untuk dilakukan yaitu sedekah, infak, hadiah, dan lain-lainnya. Tentu saja semua hal di atas dilakukan bagi orang yang mampu secara finansial.
Namun, bagi yang tidak mampu pun dalam hal itu dianjurkan juga, yaitu dengan memberikan nasihat dan motivasi terhadap sesama manusia.
Peranan pendapatan nasional merupakan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan dasar sepeti pangan, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, liburan, dan pelayanan publik lainnya, yang bisa menjadi tolak ukur bagaimana tingkat kesejahteraan dari suatu Negara.
Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia baik kehidupan di dunia maupun akhirat, perekonomian merupakan bagian dari kehidupan manusia. Islam memberikan pesan-pesannya melalui dua pedoman, yaitu Al-Quran dan Hadits. Dalam konteks penjelasan pandangan Islam tentang kemiskinan ditemukan sekian banyak ayat-ayat Al-Quran yang memuji kecukupan, bahkan Al-Quran menganjurkan untuk memperoleh kelebihan.
Islam pada hakikatnya mengajak untuk kemajuan, prestasi, kompetensi sehat, dan yang pada intinya adalah harus mampu memberi rahmat untuk alam semesta.*
Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan