Oleh: Feizal Qamar Karim
BRIPTU Ruslan, seorang polisi yang sedang tidak berdinas, jadi korban tembak orang yang tak dikenal di Depok hari Jumat 13 September 2013 kemarin.
Dia sedang di tempat cuci kendaraan dengan pakaian sipil, ketika empat orang bermotor ingin merampas sepeda nya Ninja 250 CC yang sedangdicuci.
Karena melawan, seorang kawanan penjahat itu menembak kakinya dan sepeda motor itu dibawa kabur.
Beberapa hari sebelumnya, Bripka Sukardi, seorang polisi berpakaian dinas dan berpestol yang diduga sedang bertugas “mengawal” empat truk mengangkut peralatan baja, tewas ditembak dua orang tak dikenal dari jarak dekat di depat Kantor KPK. Masih belum pasti apakah insiden ini terkait masalah pengawalan itu atau anarkisme terhadap polisi oleh sesuatu pihak.
Untuk kasus Briptu Ruslan sudah ditegaskan bahwa kejadian ini tidak adakaitannya dengan anarkisme terhadap personil polisi yang meningkat akhir-akhirini.
Apapun, kita perlu menarik hikmah dari kejadian demikian ini dengan segera melakukan introspeksi. Meskipun sering dibantah dan belum tentu sepenuhnya benar dan masih mungkin diperbaiki, terdapat berbagai pandangan miring terhadap intitusi bernama kepolisian.
Tanpa menafikan banyak hal positif dari kepolisian kita, dapat dikemukakan di sini beberapa di antara pandangan itu.
Pertama, para penjahat sudah pasti menganggap polisi adalah pihak yang dapat menghalangi kepentingan mereka. Ada perubahan mindset para penjahat bahwa secara mereka mampu melawan polisi sehingga makin berani dan ganas.
Mereka yang terganggu oleh kehadiran polisi dalam“domain” kejahatan ekonomi, merasa mampu pula untuk mengatur polisi. Para criminal dan mereka yang berbisnis secara curang tentu tidak akan senang dengan polisi lurus dan jujur yang tugas pokoknya memang memberikan rasa aman dan melindungi masyarakat.
Kedua, tanpa menafikan simpati yang positif,padal sebagian orang sudah mengkristal anti pati terhadap Kepolisian yang disebabkan oleh buruknya citra lembaga kepolisian.
Hasil survey Transparency International Indonesia (TII) yang baru saja dirilis Juli 2013 menyebutkan bahwa Kepolisian kita sebagai lembaga terkorup di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Dari kasus-kasus yang terungkap kita ketahui bahwa praktek korupsi sangat memprihatinkan di lembaga ini. Lebih memprihatin kan lagi ketika Wakapolri Komjen Nanan Sukarna mencari pembenaran dengan alasan kecilnya gaji mereka, sehingga makin memperburuk wajah kepolisian kita.
Seorang Guru Besar Sosiologi Hukum UI, Bambang Widodo Umar, menyatakan bahwa karena banyak kasus korupsi kondisi kepolisian menjadi tidak normal; seharusnya menjadi pengayom, dan menjaga keamanan, bukan meminta uang. Menurut beliau, penyakit korupsi itu cukup lama menjangk iti intitusi, dan tampak sulit disembuhkan hinggak ini.
Pada 2004 hasil penelitian mahasiswa PTIK Angkatan 39 A tentang fenomena korupsi di lingkungan Polri, mengidentifikasi penyakit korupsi telah merambah bidang operasional maupun pembinaan.
Meski tidak melibatkan masyarakatumum, korupsi internal menyangkut kepentingan dalam lingkup kedinasan yang tidak menyentuh langsung kepentingan public sepertijual-belijabatan, proses penerimaan menjadi anggotapolisi, seeleksi masuk pendidikan lanjutan, pendistribusian logistic dan penyalurandana.
Korupsi eksternal menyangkut masyarakat secara langsung seperti mendamaikan kasus perdata yang dianggap pidana, tidak melakukan penyidikan secara tuntas suatu kejahatan, pungutan pada penerbitan SIM, SCTK, STNK, BPKB, dan surat laporan kehilanganbarang. Beliau mengutip Maurice Punch (1985) dalam buku Police Organization, korupsi polisi terjadi karena mereka menerima atau dijanjikan keuntungan yang signifikan, di antaranya untuk melakukan sesuatu yang abadi dalam dan di luar kewenangan, melakukan diskresi legitimasi dengan alas an tidak patut, dan menggunakan cara di luar hokum untuk mencapai tujuan.
Pandangan lain, terhadap polisi yang sering terlihat lebihs ecara perseorangan ada semacan kecemburuan masyarakat, aparatur Negara, atau kelompok dengan kemampuan professional yang sama dengan atau lebihdari polisi.
Selain lebih dalam fasilitas, para perwira polisi belum berhasil mencontoh ketauladanan almarhum Jenderal Hoegeng dan lainnya yang sederhana dan enggan menikmati protokoler yang berlebihan atau feodal. Dengan posisinya, mereka mudah untuk memiliki gaya hidup laiknya seorang pengusaha: sering di lapangan golf, anggota klub moge, dan sebagainya yang puncaknya memiliki rekening gendut dan super-gendut.
Kecemburuan ini tentu dengan mudah menyulut antipasti kolektif yang menunggu pemicu konflik saja. Bila masyarakat menjadi cemburu, bias jadi karena merasa tidak ada yang jadi pengawas polisi.Bila seorang polisi bersalah, sebagai warga sipil mereka juga akan diproses oleh korps polisi yang tentu sangat dipengaruhi oleh solidaritas korps. Dengan kewenangan yang ada pada mereka, tiadanya lembaga lain yang secara system menjadi pengawas polisi maka korps polisi potensial menjadi warga sipil yang istimewa.
Untuk memperbaiki keadaan ini, perbaikan image dan perilaku korps polisi sebagai satu unsure penegakan hokum adalah suatu keniscayaan.Namun hanya dengan idealisme yang kuat, keprihatinan, serta pengelolaan yang baik dan benar, masalah pendapatan seperti yang dikeluhkan Komjen Nanan Sukarna akan menjadi kecil. Karena hal yang sama juga dihadapi oleh berbagai komponen pemerintahan, maka kepolisian bias menjadi sebuah agent of change.
Sangat besar harapan masyarakat pada korps polisi untuk membuktikan diri bahwa kehadirannya penting dan sangat diperlukan untuk membantu mewujudkan kembali keadaan yang aman sejahtera sesuai dengan cita-cita bangsa.Kata kuncinya adalah ketauladanan, melayani, mengayomi, dan sahabat masyarakat yang semuanya sudah ada pada korps polisi, di mana Bripka Sukardi dan Briptu Ruslan mengabdikan karyanya.Kita doakan semoga Allah mencurahkan kasih saying Nya pada parapolisi yang jadi korban anarkisme dan hidayahNya kepada seluruh korps kepolisian sehingga slogan ‘polisi adalah sahabat kita semua’ bukan sebuah mimpi.*
Penulis alumni ITB dan TUNS Canada, pernah sebagai menjad staf ahli gubernur Riau. Email [email protected]