Oleh: Fahmi Salim
Hidayatullah.com | PERISTIWA mengejutkan menimpa seorang pendakwah, yang namanya tak asing lagi bagi kita, Syeikh Ali Jaber. Tiba-tiba, seorang pemuda naik ke atas panggung khotaman Al-Qur’an di Masjid Falahuddin, Sukajawa, Bandar Lampung.
Sambil membawa pisau, ia berusaha menusuk nyaris mengenai leher Syeikh Ali. Alhamdulillah bisa ditepis dan hanya melukai lengan kanannya. Meskipun terluka, Syeikh Ali masih sempat meredam amuk massa yang menghajar pelaku. Adegan menegangkan yang terjadi pada 13 September lalu ini, terekam dalam handphone seorang jamaah dan menjadi viral.
Pelaku penusukan yang bernama Alfin Andrian masih ditahan polisi. Syeikh Ali sempat kecewa ketika tersiar kabar bahwa pelaku memiliki gangguan jiwa. Ia berharap polisi tidak gampang percaya, karena khawatir kasus ini bisa memecah belah umat dan menimbulkan kegaduhan baru. Masih belum jelas, apa motif pelaku. Benarkah karena ia terganggu dengan ceramah Syeikh Ali yang sering muncul di televisi? Atau ada kelompok tertentu yang memiliki motif lain untuk menebar teror? Kita tunggu hasil akhir penyelidikan polisi.
Kasus ini sama sekali tak menghentikan Syeikh Ali untuk melanjutkan safari dakwahnya ke berbagai daerah. Sungguh aneh, Syeikh Ali dijadikan sasaran teror, padahal gaya dakwahnya yang sejuk, tak pernah provokatif dan selalu mengajak umat untuk lebih mencintai Al-Qur’an.
Dalam program Ngaji Syar’ie (NGESHARE), “Ngaji Dulu, Alim Kemudian“, dengan menghadirkan Syeikh Ali Jaber, beliau pernah bercerita perjalananan dakwahnya di Indonesia sejak tahun 2008. “Anugerah dan hadiah terbesar dari Alloh bagi saya adalah tinggal di Indonesia”, ujarnya.
Meskipun sempat dituduh Wahabi, julukan yang tak disukainya, Syeikh Ali memilih bersabar dan selalu berharap dakwahnya bisa diterima oleh semua kalangan umat Islam di Indonesia, dari kalangan tradisional maupun perkotaan. “Mungkin ada cara dakwah saya yang salah dan perkataan yang belum lurus,” jelasnya.
Syeikh Ali Jaber yang lahir di Madinah ini, memang mendalami Islam berdasarkan pemahaman mazhab Hanbali sebagaimana yang berkembang di Arab Saudi. Berbeda dengan di Indonesia yang pemahaman fiqihnya lebih dominan Mazhab Syafii.
Sejak kecil beliau menekuni Al-Qur’an, dan sudah menjadi hafidz pada usia 11 tahun. Syeikh Ali berguru ilmu agama kepada banyak ulama besar seperti Syeikh Abdul Bari’ as Subaity (Imam Masjid Nabawi dan Masjidil Haram), Syeikh Prof. Dr. Abdul Azis Al Qari’ (Ketua Majelis Ulama Percetakan Al-Qur’an Madinah dan Imam Masjid Quba), Syeikh Muhammad Husein Al Qari’ (Ketua Ulama Qira’at di Pakistan), Syeikh Said Adam (Ketua Pengurus Makam Rasulullah), Syeikh Khalilul Rahman (Ulama Al-Qur’an di Madinah dan Ahli Qiraat), dan Syeikh Muhammad Ramadhan (Ketua Majelis Tahfidzul Qur’an di Masjid Nabawi).
Putra sulung dari dua belas bersaudara ini mendapat tanggunjawab untuk meneruskan jejak perjuangan ayahnya sebagai pendakwah. Sejak muda, ia sudah menjadi imam di salah satu masjid di Kota Madinah.
Berada di Indonesia awal mulanya karena menikahi seorang gadis asal Lombok yang bernama Umi Nadia. Pada tahun 2008, beliau mulai berdakwah di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain menjadi imam masjid, juga mengajarkan tahfidz Al-Quran di Masjid Agung Al-Muttaqin Cakranegara.
Menjadi warga negara Indonesia awalnya tak direncanakan. Sebagaimana dikisahkannya, suatu saat beliau diminta menjadi imam shalat tarawih di Masjid Sunda Kelapa, Menteng Jakarta Pusat.
Rupanya sambutan jamaah begitu sangat baik, bahkan salah satu jamaahnya adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang sangat terkesan dengan bacaan Al-Qur’an Syeikh Ali Jaber. Hingga, ia pun mendapat banyak kemudahan untuk menjadi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) pada awal tahun 2012.
Sejak itulah, ia rutin berdakwah, bahkan sering tampil di stasiun televisi dan menjadi juri hifdzul Qur’an. Simak kisah selengkapnya di https://youtu.be/a3HyDSiwWPY
Untuk mencetak generasi Qurani dan para hafiz Qur’an di Indonesia, beliau pun mendirikan Yayasan Syeikh Ali Jaber pada tahun 2013. Yayasan ini merupakan lembaga sosial dan dakwah yang bergerak di bidang pendidikan khusus Al-Qur’an dan Hadits bersanad. Kiprah dakwahnya di Indonesia, bagi Syeikh Ali Jaber yang disebutnya murni karunia dan kemuliaan dari Alloh bukan karena kehebatan dirinya.
“Siapa Ali Jaber yang hanya jadi imam di masjid kecil, tiba-tiba mendapat perhatian dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, kemudian dimudahkan menjadi WNI karena mendapat hadiah dari Presiden SBY,” ungkapnya.
Menjadi pendakwah merupakan pilihan hidupnya. Peristiwa penusukan yang nyaris merenggut nyawanya, diterimanya sebagai takdir Alloh dan disikapi dengan sabar. Kasus itu tak sebanding dengan beratnya perjuangan Rasulullah ﷺ dalam berdakwah.
Nabi dihina, dicaci, difitnah, dituduh sebagai orang gila dan tukang sihir. Suatu saat, Rasulullah ﷺ dilempari kotoran unta, saat bersujud di depan Kabah. Saat berdakwah ke penduduk Thoif, beliau dilempari batu oleh anak-anak dan kaum wanita sehingga wajah mulia itu terluka dan mengucurkan darah.
Ingat pula, begitu menderitanya saat beliau beserta keluarganya dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib diboikot dan diisolasi oleh penduduk Makkah di sebuah lembah selama tiga tahun, hingga mereka sangat kelaparan, bahkan hanya mampu makan akar dan daun-daunan kering. Inilah resiko berdakwah untuk menegakan agama yang hak, sebagaimana diperintahkan Alloh dalam surat Al-Muddatsir.
Surat ini turun setelah sebulan Rasulullah ﷺ dalam keadaan gusar menanti kembali turunnya wahyu, setelah wahyu pertama yang diterimanya di Gua Hiro. Rasulullah selalu mendatangi Gua Hiro untuk menyendiri. Sebagaimana diceritakan dalam hadist riwayat hadist Bukhori dan Muslim, saat itu terdengar olehnya suara yang memanggil-manggil nama beliau.
Namun, Rasulullah ﷺ tidak mendapati seorang pun di sana. Di saat beliau menengadahkan kepalanya ke langit, seketika datanglah malaikat Jibril dalam wujud aslinya. Karena ketakutan, beliau langsung bergegas pulang ke rumah.
Setiba di rumah, nabi langsung memanggil istrinya Khadijah radhiyallahu anha seraya berkata, “Selimuti aku Selimuti aku”. Maka, turunlah ayat dalam surat Al Mudatsir, “Wahai orang yang berselimut, Bangunlah, lalu berilah peringatan.” (QS. Al-Muddatsir: 1-2)
Dalam program Ngeshare, surat Al-Muddatsir dibaca Syeikh Ali dengan penuh penghayatan, karena merupakan bekal ruhiyah baginya untuk berdakwah, Ini adalah sebuah seruan langsung untuk menanggalkan kemalasan dan bersantai-santai yang menjadi tabiat yang disukai oleh manusia serta menjahui resiko dalam berdakwah. Saatnya segera bangkit untuk menyampaikan risalah Allah.
Tugas berdakwah itu sesungguhnya dibebankan kepada setiap orang dengan kapasitasnya masing-masing. Nabi telah berpesan, “Sampaikan dariku walaupun satu ayat.” (HR Bukhori).
Seorang ulama itu tentu adalah seorang da’i, tapi tak semua da’i itu adalah seoang ulama yang sangat faham dengan ilmu syariat. Meski demikian, tak ada alasan untuk tidak berdakwah. Sebab tiada perkataan yang lebih agung dan lebih mulia kecuali perkataan yang mengajak kepada Alloh Ta’ala. (QS Fushshilat: 33).
Inilah jalan hidup yang dipilih Syeikh Ali Jaber, menjadi seorang dai yang harus menjiwai misi mulia ini, tanpa tergiur oleh gemerlapnya dunia dan silau dengan tipu daya kekuasaan dunia. Ia pun tak takut oleh segala bentuk ancaman, karena hanya menyandarkan dirinya peada Dzat Yang Maha Perkasa dan Maha Agung. Sebagaimana yang ditempuh Rasulullah hanya dengan mengagungkan Tuhannya (QS.Al Mudatsir:3). Setelah itu, Alloh menyuruh Rasul-Nya, untuk membersihkan pakaiannya dan menjauhi perbuatan dosa (QS Al Mudatsir 4-5). Penampilan fisik yang bersih dan kesucian jiwa yang dihiasai akhlak mulia menjadi strategi untuk mengajak umat pada kebenaran.
Pada ayat selanjutnya, Alloh berfirman, “Dan Jangan kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak”. (QS. Al-Muddatsir: 6).
Inilah keikhlasan dalam berdakwah, tidak mengharapkan balasan dunia. Orang yang tangguh adalah orang yang bekerja tanpa pamrih tapi semata-mata karena Alloh. Karena, begitu banyak rintangan yang akan dihadapi seorang pendakwah. Ia akan mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan. Karena itu, Alloh menghiburnya untuk selalu bersabar dalam memenuhi perintah Alloh (QS Al-Muddatsir: 7).
Seorang dai seringkali mendapat tuduhan yang negatif, misalnya karena mematok tarif dalam ceramahnya. Menurut Syeikh Ali, semuanya harus dikembalikan pada niat masing-masing pendakwah.
Namun, masyarakat sebaiknya tidak berburuk sangka lebih dahulu, karena seorang pendakwah yang seluruh waktunya dihabiskan untuk berdakwah, dan tidak memiliki waktu lagi mencari nafkah untuk keluarganya. “Inilah kelemahan seorang pendakwah, tidak punya penghasilan lain,” ujarnya. Selain itu, uang yang didapatkan dari hasil ceramahnya, bisa jadi digunakan untuk mendanai operasional manajemen dakwahnya, atau bahkan disedekahkan lagi untuk kegiatan sosial yayasannya.
Karena itulah, Syeikh Ali bercita-cita ingin memiliki lembaga wakaf yang memiliki usaha produktif untuk membiayai kehidupan keluarga para pendakwah. Suatu saat, bisa jadi seorang dai datang ke sebuah daerah, tidak perlu diberi fasilitas apa pun, apalagi diberi “amplop”, bahkan ia hadir dengan membawa amanah infaq atau wakaf untuk membangun daerah itu. Inilah cita-cita yang membutuhkan sinergitas dari semua pihak. Wallohu ‘alam.*
Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah dan Komisi Dakwah MUI. Artikel ini diringkas dari program Ngeshare Bersama Syeikh Ali Jaber