Oleh: Abu Muhammad Waskito
Catatan 6
UCAPAN Al Bahnasawi ini terburu-buru, atau punya tendensi tertentu. Syeikh Musa bin Jarullah Al Turkistani Al Qazani Ar-Rusi, seorang ulama Ahlus Sunnah asal Rusia. Saat Rusia jatuh ke tangan paham atheis, beliau meninggalkan negaranya dan memilih tinggal di negeri Muslim. Beliau berpindah-pindah dari India, Saudi, Mesir, Iran, dan Iraq. Beliau telah mengkaji kitab-kitab asli Syiah, tinggal di tengah orang Syiah, masuk masjid, perayaan-perayaan, taklim, sekolah-sekolah, ruang-ruang belajar, dll.
Beliau benar-benar hadir di tengah-tengah kaum Syiah dalam rangka mencari jalan persatuan Ahlus Sunnah dan Syiah. Setelah sekian lama, beliau simpulkan, ajaran Syiah sangat bertentangan dengan dasar-dasar akidah Ahlus Sunnah; mereka meyakini Al-Qur`an telah diubah. (Baca Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, karya Prof.Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Maret 2012, hlm. 466-470).
Apa yang dikatakan Syeikh Musa Jarullah ini lebih obyektif, karena beliau sudah mengkaji kitab-kitab Syiah, pernah tinggal di Iran dan Ira; semua itu semula berdasarkan niatan baik menyatukan Ahlus Sunnah dan Syiah].
Berpindah ke Al-Azhar, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, seorang ulama terkemuka universitas ini, berkata dalam kitab Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah (hal. 52):
“Tidak bisa disangkal lagi bahwa Syiah adalah salah satu firqah Islam. Tentu saja kita harus memisahkan firqah Sabaiah yang mengakui Ali sebagai Tuhan (yang jelas dalam Syi’ah pun dianggap kafir). Dan tidak bisa diragukan lagi bahwa seluruh akidah Syiah berdasarkan nash al-Qur’an atau hadis-hadis yang dinisbahkan kepada Nabi.”
Catatan 7
Ucapan Syeikh Muhammad Abu Zahrah ini tidak benar. Bagaimana bisa akidah Syiah berdasarkan Al Qur`an dan Sunnah, sedangkan mereka mencaci-maki istri-istri Nabi Radhiyallahu ‘Anhunna; mereka mencaci-maki dan mengkafirkan para Sahabat; mereka mensifati imam-imam Syiah sebagai manusia makshum; mereka menghalalkan kawin mut’ah, dll? Ulama-ulama Ahlus Sunnah banyak membahas masalah kesesatan firqah Syiah ini.
Cukuplah ucapan Abdul Qahir Al Baghdadi, yang kitabnya menjadi rujukan Asy’ariyah, Maturidiyah, Salafiyah, serta lainnya sebagai penjelas yang tak membutuhkan takwil lagi,
“Sedangkan para pengikut hawa nafsu dari kalangan Al Jarudiyah, Al Hisyamiyah, Al Jahmiyah, dan Al Imamiyyah yang mereka itu telah mengkafirkan sebaik-baik Sahabat…maka kami mengkafirkan mereka, di kalangan kami tidak diperbolehkan menshalatkan mereka (kalau mati –pen.) dan tidak boleh shalat di belakang mereka (menjadi makmum –pen.).” [dalam Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 357].
Sekarang, saatnya kita mendengar pandangan Mahmud Syaltut, Syeikh Al-Azhar yang paling terkemuka dalam sejarah-modern institusi ini. Setelah “menganalisa fikih mazhab-mazhab Islami dari Sunni sampai Syiah, berlandaskan dalil dan argumentasi, serta tanpa mengedepankan fanatisme kepada ini dan itu”, beliau memfatwakan:
“Mazhab Ja’fari yang terkenal dengan mazhab Syiah 12 Imam, adalah mazhab yang sama seperti mazhab Ahlus-Sunnah, beribadah dengan mazhab tersebut dibolehkan dalam syariat. Kaum Muslimin harus mengetahui hal ini dan terbebas dari fanatisme yang salah berkaitan dengan mazhab tertentu, sebab agama dan syariat Allah tidak tergantung pada satu mazhab khusus atau terbatas pada satu mazhab saja. Karena semua telah berjtihad dan, karena itu, mereka diterima di sisi Allah.” Belaiu melanjutkan: “… (kita) melihat bahwa jarak antara Syiah dan Sunni sama seperti jarak antara fikih mazhab Abu Hanifah, Maliki atau Syafii.”
Catatan 8
Ini adalah ucapan umum yang perlu dijelaskan lagi, agar tidak menjadi fitnah bagi umat. Prof. Dr. Ali Ahmad As-Salus, seorang pakar fikih di Universitas Syariah, Qatar. Saat kuliah pasca sarjana di Daarul Ulum Kairo, beliau mendapati dosennya, Syeikh Muhammad Al Madini, kerap menjelaskan bahwa Syiah tidak berbeda dengan madzhab yang empat, sehingga Syiah bisa dianggap sebagai madzhab kelima. Kebetulan dosennya, Syeikh Al Madini, juga anggota Lembaga Pendekatan Antarmadzhab (Taqrib Bainal Madzahib). Selama lebih 30 tahun Prof.
As-Salus mengkaji literatur-literatur Syiah, dan bergaul dengan tokoh-tokoh Syiah. Bahkan tesis beliau membahas perbandingan fikih antara Syiah dengan madzhab yang empat.
Berikut perkataan Syeikh As-Salus; “Tetapi setelah melakukan penelitian dan kajian, dimana saya membaca secara intensif karya-karya dan buku-buku mereka, lalu saya mendapatkan suatu hal yang amat berbeda dari apa yang diilustrasikan oleh para penganjur dan pendukung upaya pendekatan madzhab Ahlus Sunnah dan Syiah. Kepercayaan Syiah terhadap konsep Imamah dan semua yang dibangun di atas itu, pada dasarnya menghambat dan menghalangi suatu (upaya) pendekatan. Karena akidah mereka tidak lain kecuali memfitnah dan menistakan manusia-manusia terbaik yang dilahirkan untuk manusia, yaitu para Sahabat.” [Ensiklopedi Sunnah-Syiah, karya Prof. Ali Ahmad As-Salus, jilid 1, hlm. 1-7. Jakarta, Pustaka Al Kautsar, Agustus 2011. Judul kitab asli, Ma’as Syi’ah Al Itsna Al ‘Asyariyah fil Ushul wal Furu’: Mausu’ah Syamilah].
Di masa belakangan ini kita juga dapat menemukan berlimpah kesaksian dari para ulama Sunni tentang keabsahan berbagai mazhab dalam Islam. Yang paling penting di antaranya adalah kesaksian sedikitnya 146 ulama besar, cendekiawan Muslim, dan otoritas-keagamaan lainnya –termasuk para mufti dan pejabat resmi keagamaan- dari sedikitnya 48 negara, yang diberi nama Risalah ‘Amman.
Di antara pokok isinya adalah: “Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadhi, dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas tidak boleh dihalalkan.”
Catatan 9
Para ulama ini setinggi apapun kedudukan mereka, dari sisi keagamaan maupun duniawi; sebanyak apapun jumlah mereka; mereka tidak bisa melampaui kedudukan Imam Bukhari dalam Islam. Lalu apa kata Imam Bukhari tentang kaum Rafidhah (Syiah Imamiyah)? Berikut perkataan beliau; “Aku tidak bedakan apakah aku shalat di belakang seorang Jahmi atau Rafidhi, atau aku shalat di belakang Yahudi dan Nashrani. Mereka tidak diberikan salam, tidak didatangi (undangannya), tidak dinikahkan (dengan wanita-wanita kaum Muslimin), tidak dijadikan saksi, tidak dimakan sembelihannya.” [Khalqu Af’alil Ibad, hlm. 125].
Lebih lanjut, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah Asy’ari atau siapa saja yang mengamalkan tasawuf (sufisme). Demikian pula, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafy yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya, meyakini Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wassalam) dan rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam. Ada jauh lebih banyak kesamaan dalam mazhab-mazhab Islam dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan di antara mereka.
Catatan 10
Para ulama itu sudah tahu dan sangat tahu, bagaimana pokok-pokok ajaran Syiah. Mereka sudah tidak perlu lagi diajari. Hanya mungkin masalahnya, di antara ulama ada yang pura-pura tidak tahu, atau menutup mata dari hal-hal yang sudah jelas di depan mata.
Kalangan Salafiyah pasti tahu kitab Minhajus Sunnah karya Ibnu Taimiyah; kalangan Asy’ariyah pasti sudah tahu kitab Shawaiq Al Muhriqah karya Ibnu Hajar Al Haitami; bahkan dalam buku KH. Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlus Sunnah, golongan Syiah dibahas pada bagian pertama.
Para pengikut/penganut kedelapan mazhab Islam yang telah disebutkan di atas semuanya sepakat dalam prinsip prinsip utama Islam (Ushuluddin). Semua mazhab yang disebut di atas percaya pada: “Satu Allah yang Mahaesa dan Mahakuasa; percaya pada Al-Qur’an sebagai wahyu Allah; dan bahwa Baginda Muhammad adalah Nabi dan Rasul untuk seluruh manusia. Semua sepakat pada lima rukun Islam: dua kalimat Syahadat; kewajiban shalat; zakat; puasa di bulan Ramadhan, dan Haji ke Baitullah di Makkah. Semua percaya pada dasar-dasar akidah Islam: Kepercayaan pada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk dari sisi Allah.”
Perbedaan di antara ulama kedelapan mazhab Islam tersebut hanya menyangkut masalah-masalah cabang agama (furu’) dan tidak menyangkut prinsip-prinsip dasar (ushul) Islam. Perbedaan pada masalah-masalah cabang agama tersebut adalah rahmat Ilahi. Sejak dahulu dikatakan bahwa keragaman pendapat di antara ‘ulama adalah hal yang baik.
Catatan 11
Pendapat ini dibantah oleh Abdul Qahir Al Baghdadi dalam Al Farqu Bainal Firaq. “Bahwasanya Nabi menjelaskan tentang firqah tercela, yaitu firqah pengikut hawa nafsu yang menyelisihi Firqah An Najiyyah, dalam bab keadilan dan Tauhid; atau dalam janji dan yang dijanjikan; atau dalam qadar dan kemampuan; atau dalam masalah takdir baik dan buruk; atau dalam bab hidayah dan kesesatan; atau dalam bab keinginan dan kehendak; atau dalam bab penglihatan dan pencapaian; atau dalam bab Sifat-sifat Allah , Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya; atau dalam bab di antara bab-bab seputar pujian dan pembolehan; atau dalam bab di antara bab-bab seputar kenabian dan syarat-syaratnya; atau dalam bab-bab semisal itu yang telah bersepakat Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dari kalangan Ahlul Ra’yi dan Ahlul Hadits, di atas pokok yang satu. Menyelisihi mereka dalam hal itu, para pengikut hawa nafsu dari kalangan Qadariyah, Khawarij, Rafidhah, Najariyah, Jahmiyah, Mujassimah, Musyabbihah, dan siapa yang mengikuti firqah sesat. Maka sesungguhnya kaum yang menyimpang dalam bab keadilan dan Tauhid, masalah kubur dan islaf (pinjaman), yang mendefinisikan ru’yah dan shifat, pujian dan pembolehan, dan syarat-syarat kenabian dan imamah; mereka satu sama lain saling mengkafirkan.” [Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 3]].
Di antara para penandatangan Risalah Amman yang bertarikh 27-29 Jumadil Ula 1426 H (4-6 Juli 2005 M) adalah: Prof. Dr. Ali Jumu’a (Mufti Besar Mesir); Prof. Dr. Ahmad Muhammad Al-Tayyib (Rektor Universitas Al-Azhar); Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq (Menteri Agama Mesir); Dr. Yusuf Qardhawi (Ketua Persatuan Ulama Islam Internasional, Qatar); Dr. Muhammad Sa’id Ramadan Al-Buthi (Dai, Pemikir dan Penulis Islam, Syria); Prof. Dr. Syeikh Wahbah Mustafa Al-Zuhayli (Ketua Departemen Fiqih, Damascus University); Shaykh Dr. Ikrimah Sabri (Mufti Besar Al-Quds dan Imam Besar Masjid al-Aqsha); Syeikh Habib ‘Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz (Ketua Madrasah Darul Mustafa, Tarim, Yaman); dan lain-lain. [Untuk daftar penandatangan selengkapnya, lihat website kami: www.muslim unity.com].
Catatan 12
Syeikh Mamduh bin Farhan Al Buhairi, pengasuh majalah Qiblati terbit di Malang, dalam salah satu tulisannya, beliau memuji Syeikh Al Qaradhawi yang akhirnya mengubah pandangannya tentang Syiah.
Pada awalnya Al-Qaradhawi pro dengan kampanye At-Taqrib antara Ahlus Sunnah dan Syiah. Namun setelah melihat kekejaman kaum Syiah terhadap para pengungsi asal Palestina, beliau mengubah pandangannya.
Demikian juga dengan Dr. Mustafa As-Siba’i, seorang ulama Ikhwanul Muslimin di Libanon. Pada mulanya beliau sangat antusias dengan ide At-Taqrib. Berbagai usaha sudah beliau lakukan untuk merealisasikan ide pendekatan madzhab. Namun saat muncul buku Al-Murajaat karya Sharafuddin Al Mausawi, beliau merasa sangat terkejut ketika dalam buku itu terdapat hujatan-hujatan terhadap Abu Hurairah ra, bahkan beliau disebut kufur dan munafik.
As-Siba’i mengatakan: “Ide pendekatan madzhab yang dilontarkan oleh ulama-ulama Syiah secara keseluruhan, hanyalah basa-basi dalam sebuah pertemuan. Sementara mereka terus melakukan penghinaan terhadap para Sahabat dan berprasangka-buruk terhadap mereka. Mereka juga sangat meyakini kebenaran riwayat-riwayat yang ada dalam kitab-kitab pendahulu mereka. Mereka yang menyerukan pendekatan madzhab, akan tetapi mereka tidak memiliki jiwa pendekatan. Ide pendekatan itu sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi ulama-ulama Syiah di Iraq dan Iran. Sehingga kelompok-kelompok Syiah di masing-masing daerah tetap berpegang-teguh kepada kitab-kitab para pendahulu mereka, yang berisi pencemaran nama baik dan gambaran penuh kebohongan terhadap para Sahabat , yang berselisih pendapat. Seolah-olah, ide pendekatan madzhab dalam versi mereka, adalah mendekatkan golongan Ahlus Sunnah kepada ajaran Syiah.” (Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, hlm. 464-466). Kalimat terakhir As-Siba’i ini sangat mendasar, bahwa ide pendekatan madzhab pada hakikatnya ialah upaya menjadikan Ahlus Sunnah menjadi penganut Syiah].
Tentu saja mudah diduga bahwa para ulama terkemuka ini tak akan begitu gegabah mengeluarkan pernyataan-pernyataan mereka, tanpa terlebih dulu mempelajari dengan teliti seluruh dasar dan rincian mazhab-mazhab tersebut, termasuk tuduhan-tuduhan yang dilontarkan orang kepada mereka.*..bersambung
Dikutip dari buku baru saya berjudul, “Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara: Mencari Titik Kesepakatan antara Asy’ariyah dan Wahabiyah”. Karya Abu Muhammad Waskito. Diterbitkan oleh Pustaka Al Kautsar Jakarta, bulan Oktober 2012. Dilakukan adaptasi ke dalam format tulisan online