Hidayatullah.com–PARA ilmuwan geografi sejatinya adalah para sejarawan, hanya saja mereka lebih memfokuskan diri dalam melakukan studi mengenai kondisi wilayah, iklim, perairan, daratan, sungai-sungai, padang pasir, hutan-hutan, gunung-gunung dan kondisi alam lainnya. Demikian pula mereka melakukan studi dengan baik mengenai penduduk, mata pencarian mereka, bahasa, budaya dan lainnya. Dengan demikian, ilmu sejarah dan geografi merupakan dua ilmu yang tidak bisa dipisahkan, dimana seorang sejarawan muslim tidak akan memahami sejarah dengan baik kecuali dengan memahami geografi, demikian pula sebaliknya. Para ilmuwan geografi melakukan studi mengenai wilayah-wilayah melalui pengembaraan (rihlah) ke wilayah-wilayah tersebut untuk menyaksikan langsung hal-hal yang berkenaan dengan ilmu tersebut dan tidak mengambil dari karya yang dihasilkan oleh ilmuwan para sebelumnya. (Lihat, Al Hadhrah Al Islamiyah, oleh Abdurrahman Al Habanakah Al Maidani, hal. 538).
Orisninalitas Pengetahuan Geografi Muslim
Dr. Hasan Mu’nis selaku ilmuwan geografi menyanggah bahwasannya para ulama geografi dari kalangan Muslim dalam kartografi (disiplin ilmu dalam pembuatan peta) mengadopsi dari Romawi, sedangkan kertografi di masa itu merujuk Ptolomeus. Para ulama geografi dari kalangan Muslim membuat peta dengan melakukan rihlah ke berbagai wilayah untuk melakukan pengamatan secara langsung. Dan peta yang dunia secara sempurna dibuat pertama kali pertama kali oleh oleh Syarif Al Idrisi. (Lihat, Athlas Tarikh Al Islami, hal. 24)
Perkembangan ilmu kartografi pesat di kalangan umat Islam, dikarenakan kebutuhan akan hal itu, dimana banyak dari kalangan umat Islam melakukan perjalanan ke berbagai negeri, disamping untuk menuntut ilmu juga untuk berdagang. Wil Durant menulis,”Sulaiman At Tajir adalah umat Islam partama kali yang menulis mengenai China yang dilakukan 425 tahun sebelum Marco Polo melakukan pengembaraan.” (Qishah Al Hadharah, 13/183)
Pembahasan Bentuk Bumi dan Gravitasi di Abad 3
Sejak kurun ke tiga hijriah, para ilmuan geografi sudah bermunculan. Adalah Ibnu Ghardzadabah, telah menghasilkan karya besar dalam ilmu geografi, yakni Al Masalik wa Al Mamalik. Di muqadimah kitab itu, ulama yang wafat pada 300 H ini berbicara mengenai sifat bumi,”Sifat bumi, sesungguhnya ia bulat seperti bola, posisinya berada di dalam ruang angkasa, sebagaimana kuning telur berada di tengah telur. Sedangkan lapisan udara berada di sekeliling bumi, bagian luarnya memiliki daya tarik ke ruang angkasa, sedangkan untuk benda-benda ringan di atas bumi, lapisan udara itu menariknya menuju ke dalam lapisannya. Adapun bumi menarik benda-benda berat di atasnya, sebagaimana magnet menarik besi.” (lihat, Al Masalik wa Al Mamalik, 1/1)
Ulama geografi Muslim yang juga dikenal adalah Abu Ishaq Al Ishthakhri yang berasal dari Istakhr Iran. Ia telah melakukan perjalanan di negeri-negeri Arab dan India hingga sampai ke samudera Atlantik, dengan bantuan peta yang dbuat oleh Abu Zaid Al Balkhi, dan saat itu rujukan dalam geografi masih langkah. Al Istkhari sendiri memiliki beberapa karya mengenai geografi, di antaranya adalah Masalik Al Mamalik, yang dirujuk oleh Yaqut Al Hamawi dalam Mu’jam Al Buldan (Ensiklopedia Negeri-Negeri). Al Isthakhahri wafat pada 346 H. (Lihat, Al A’lam oleh Az Zirakli, 1/61)
Pembuatan Atlas dan Rute
Selain Al Ishthakhri, ada Abu Zaid Al Balkhi yang mana peta-peta yang dibuatnya dihimpun dalam kitab Shuwar Al Aqalim (Atlas Berbagai Wilayah), yang merupakan ilmuwan Islam pertama yang menggambar berbagai wilayah. Al Balkhi wafat pada tahun 322 H. (Al A’lam, 1/134)
Ahli geografi lainnya adalah Abu Abdillah Al Jihani (330 H), wazir amir Khurasan yang menulis kitab Al Masalik wa Al Mamalik. Dalam kitab Al Masalik, Al Jihani membagi dunia menjadi 7 bagian, dan menyebutkan jalan-jalannya, baik ke arah timur-barat, atau utara-selatan. (Lihat, Kasyf Adz Dzunun, 2/1664)
Kitab Al Masalik, meski merujuk kepada Al Balkhi dan Al Isthakhri, namun ada penambahan penting, yakni mengenai informasi penting tentang India, Sind, Iran, China dan Asia. Hanya saja kitab ini tidak ditemukan, namun para ulama gografi seperti Al Idrisi merujuk kepadanya. (Al Hadharah Al Islamiyah, hal. 540)
Karya mengenai geografi lainnya ditulis oleh Muhammad bin Ahmad Al Maqdisi dengan judul Ahsan At Taqasim fi Ma’rifah Al Aqalim. Ulama madzhab Al Hanafi dari Al Quds ini mencatat kondisi alam berbagai negeri juga rute dan jalan-jalannya disamping itu ia juga mencatat luas wilayah-wilayah dengan satuan ukur farsakh. Al Maqdisi menyatakan bahwasannya mereka yang melakukan safar, juga para ulama dan umara perlu untuk memilikinya. (Lihat, Kasy Adz Dzunun, 1/1)
Karya Al Maqdisi ini dipuji oleh beberapa orientalis, diantaranya adalah Gild Meister yang manyatakan,”Al Maqdisi unggul dibanding seluruh ahli geografi, dengan banyaknya koreksi dan luasnya pengamatan.” (Al A’lam, 5/312)
Al Idrisi dan Pembuatan Globe
Ulama gografi lainnya adalah Muhammad bin Muhammad Al Idrisi (560 H), yang menulis sebuah karya besar bernama Nuzhah Al Musytaq fi Akhbar Al Afaq, ditulis untuk Roger II (Normand) penguasa Sisilia. Dalam kitab An Nuzhah dijelaskan kondisi negeri-negeri juga jaraknya, dengan menggunakan satuan mil dan farsakh. (Kasyf Adz Dzunun, 2/1947)
Al Idrisi juga membuat globe untuk Normand dengan bahan dari perak dengan berat 400 ribu dirham, yang pada mulanya peta ditulis dengan kertas, kamudian divisualkan dengan bola dari perak itu. (Lihat, Wafayat Al A’yan, 14/72)
Ilmu Kartografi dan Geografi untuk Berkhidmat kepada Syari`at
Para ulama yang berkecimpung dalam disiplin ilmu geografi juga ilmu kartografi menjadikan syari’at sebagai dorongan untuk menyibukkan diri dalam ilmu-ilmu itu. Salah satunya dalam rangka mendukung proses jihad fi sabilillah. Misalnya, untuk menulis kitab Al Masalik wa Al Mamalik, wazir Al Jihani mengumpulkan orang-orang asing untuk mengumpulkan informasi mengenai berbagai negeri juga rute perjalanannya, dalam rangka melakukan futuhat. (Lihat, Kasyf Adz Dzunun, 2/1664)
Ilmu Kartografi dan Geografi secara umum, juga amat membantu para ulama dan penuntut ilmu juga para pedagang yang melakukan perjalanan keilmuan dan perdagangan. Atas dasar itu juga Muhammad bin Ahmad Al Maqdisi menulis Ahsan At Taqasim fi Ma’rifah Al Aqalim, yang berisi kondisi negeri-negeri dan rute-rute perjalanan, dalam rangka membantu para ulama dalam melakukan rihlah. (Lihat, Kasy Adz Dzunun, 1/1)
Demikianlah peran para ulama Muslim, di mana mereka memiliki andil besar dalam perkembangan ilmu geografi, hingga umat manusia bisa memperoleh manfaat dari karya-karya mereka.