Oleh: Syahrial Zulkapadri
PENDIDIKAN karakter semakin hangat dibicarakan sebagai solusi atas merosotnya kualitas pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan yang ada selama ini dianggap gagal dan banyak lulusan sekolah (baca: sarjana) piawai hanya dalam menjawab soal ujian, namun mental dan moralnya lemah. Banyak ilmu yang dimiliki, namun dipakai untuk mengambil keuntungan untuk diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain yang ada disekitarnya. Sementara orang-orang disekelilingnya banyak yang tersakiti akibat perbuatannya.
Bangsa China dinilai maju, karena mengklaim sebagai hasil pendidikan karakter. Bangsa Jepang juga dinilai berhasil dalam pengembangan teknologi karena pendidikan karakternya.
Lantas, apa yang mebedakan orang komunis yang berkarakter dengan orang Muslim yang berkarater?
Orang Komunis, atau Ateis, dapat saja menjadi pribadi yang jujur, pekerja keras, berani, bertanggung jawab, mencintai kebersihan, dan sebagainya. Di Jepang, jika ketinggalan barang di taksi hampir pasti akan kembali. Di China, masyarakat ditanamkan disiplin yang sangat tinggi dalam soal sampah. Di jalan-jalan sulit ditemukan sampah. Bahkan, sampah selembar daun pun dapat mereka manfaatkan untuk bahan bakar.
Dalam soal pendidikan karakter bagi anak didik, berbagai agama dapat bertemu. Islam, Kristen dan berbagai agama lain dapat bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai kejujuran, kerja keras, sikap ksatria, tanggung jawab semangat pengorbanan, dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, dapat diakui sebagai nilai-nilai universal yang mulia. Boleh jadi, masing-masing pemeluk agama mendasarkan pendidikan karakter pada nilai agama masing-masing.
Bagi muslim, dia dapat juga dan bahkan harus berkarakter mulia. Tetapi, bagi muslim, berkarakter saja tidaklah cukup.
Artinya, karakter yang bagus dapat dibentuk pada setiap manusia, tanpa memandang agamanya. Jika orang non-Muslim dapat berkarakter, orang Muslim juga dapat seperti itu.
Konsep Adab dan Tauhid
Lalu, di mana perbedaan antara Muslim dan non-Muslim yang berkarakter?
Karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Sebagaimana juga didefinisikan oleh Thomas Lickona, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Dalam pendidikan karakter, kebaikan itu sering kali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik.
Dengan demikian, maka pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku yang berlandaskan kepada nilai-nilai, norma-norma hidup dan kehidupan. Maka upaya ini menjadi jalan untuk menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan. Dan fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi praktiknya meliputi penguatan kecakapan-kecakapan yang penting yang mencakup perkembangan sosial siswa. Sehingga tercapailah manusia yang baik di tengah-tengah masyarakat.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Beda antara muslim dengan non-muslim –meskipun sama-sama berkarater- adalah pada konsep adab. Yang diperlukan oleh kaum muslim Indonesia bukan hanya menjadi seorang yang berkarakter, tetapi harus menjadi seorang yang berkarakter dan beradab. (“Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab”, Adian Husaini, Kemunitas NuuN, 2011).*/bersambung “Siapa tak Beradab, tiadalah iman dan Tauhid padanya”
Penulis adalah peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) ISID Gontor angkatan V