Hidayatullah.com– Kondisi area kamp pengungsian etnis Muslim Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, yang sering tergenang dan mengalami keterbatasan sumber air bersih, membuat banyak pengungsi mengalami masalah kesehatan. Wabah kolera, diare, dan disentri dilaporkan menjadi salah satu ancaman terbesar pengungsi.
Hal ini dipandang sebagai perhatian utama. Sebab ancaman terbesar ada pada anak-anak, perempuan, dan lansia yang memiliki tingkat kerentanan tinggi.
“Berdasarkan hasil laporan terbaru, terdapat kenaikan 92 persen jumlah angka kesakitan, juga kenaikan di angka kematian. Penyumbang terbesar kematian antara lain ISPA dan diare akut. Dua penyakit ini disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, juga lingkungan yang tidak bersih,” ujar Benny General Manager Ekonomi dan Pengembangan Sosial Dompet Dhuafa yang tim medisnya tergabung dalam Indonesia Humanitarian Alliance (IHA) dalam keterangan tertulisnya, Ahad (05/11/2017).
Ia mengungkapkan, salah satu permasalahan kebersihan yang dihadapi oleh pengungsi adalah kebutuhan air bersih, dimana air bersih sangat dibutuhkan terutama untuk air minum.
Karenanya, Benny mengaku, pihaknya menginisiasi program penyediaan air bersih dalam dua bentuk skema. Yang pertama adalah skema Solar Disinfektan (Sodis) yang sudah berjalan. Kedua, dengan menyediakan water purifier.
Program Sodis, tambahnya, sudah dilakukan dan disosialisasikan oleh tim kemanusiaan yang berada di kamp pengungsi. Dimana air bersih yang telah ditampung dalam botol pet tembus pandang dijemur selama enam jam di atas atap seng. Metode ini digunakan untuk mengurangi kuman di dalam air yang bisa menyebabkan diare dan disentri.
Tahap kedua yang sedang dipersiapkan adalah penggunaan water purifier dengan teknologi yang akan dikembangkan dari hasil kerja sama DD dengan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 80-an, imbuhnya.
Baca: IHA Beberkan Penyakit yang Menyerang Pengungsi Rohingya
Teknologi yang telah diterapkan di Aceh ini, katanya, dilakukan dalam dua metode, yakni manual dan pumping machine. Dengan teknik ini, air tidak layak minum seperti air sungai atau genangan banjir dapat dipurifikasi, sehingga menjadi air layak konsumsi.
“Untuk menunjang program ini, sebagian teknologinya akan dibawa dari Indonesia dan sebagian lainnya dikembangkan di wilayah Bangladesh,” tandasnya.
Ia menambahkan, kondisi pengungsi Rohingya hingga kini belum ideal, baik dari segi kesehatan maupun lingkungannya. Untuk itu, dukungan dan bantuan masih dibutuhkan. Dengan program penyediaan air bersih ini, diharapkan para pengungsi dapat memperoleh air layak minum dan layak konsumsi. Sehingga kondisi fisik mereka bisa terhindar dari ancaman penyakit.*