Hidayatullah.com — Entitas Zionis Israel dilaporkan “membeli sebuah pulau” dari Bahrain, memicu kritik dari para aktivis penentang normalisasi hubungan antara dua pihak.
Kabar pembelian tersebut pada awalnya disiarkan oleh TV7 Israel News, sebelum kemudian dihapus, menurut Al-Mayadeen. Namun, beberapa netizen berhasil mengambil tangkapan layar laporan tersebut.
Menurut laporan tersebut, perusahaan Israel Himnota, milik Dana Nasional Yahudi (JNF), sebuah organisasi “amal” yang telah lama digunakan oleh entitas apartheid untuk mengambil alih tanah Palestina dan mengaburkan kejahatan perang Israel, memperoleh pulau pribadi seharga $21,5 juta dalam lelang.
Pulau seluas 9.554 meter persegi itu akan digunakan untuk proyek investasi dan dapat digunakan untuk mengevakuasi Yahudi Israel jika terjadi perang.
Avery Shnayer, yang berada di dewan direksi perusahaan, mengatakan pembicaraan akan diadakan dengan pemerintah Bahrain yang “bersahabat” untuk mengalihkan kedaulatan atas pulau itu ke Israel.
Aktivis HAM Maryam AlKhawaja termasuk diantara orang-orang Bahrain yang menentang langkah penjualan pulau.
“Laporan yang muncul (diposting oleh berita Israel kemudian dihapus) bahwa Israel telah membeli sebuah pulau di Bahrain – paling tepat digambarkan sebagai ekspansi kolonial – dari keluarga penguasa asing yang menduduki Bahrain dengan kejam dan telah memerintahnya dengan kejam sejak itu,” katanya men-quote tweet yang mempertanyakan apakah “proeses Yahudisasi dan Zionisasi” Bahrain telah dimulai.
Jawad Fairooz, mantan anggota parlemen Bahrain dan kepala SALAM untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (SALAM DHR), menyebut pembelian itu sebagai “sinyal yang sangat berbahaya dan mengkhawatirkan.”
Laporan pembelian pulau itu, menyusul kunjungan mendadak panglima militer Israel Herzi Halvei ke Bahrain untuk menghadiri konferensi yang diadakan di bawah naungan Komando Pusat AS (CENTCOM), juga dihadiri sang kepala, Erik Kurilla.
Normalisasi Manama dengan Israel terbukti sangat tidak disukai oleh warga Bahrain yang secara rutin mengadakan aksi unjuk rasa menentang keputusan tahun 2020 sebagai bagian dari Abraham Accords yang ditengahi AS. Kemarin menandai peringatan 11 tahun pemberontakan pro-demokrasi Bahrain, yang secara brutal dihancurkan oleh pasukan keamanan negara dengan bantuan negara tetangga Arab Saudi.*