Hidayatullah.com — Berlin, negara bagian Jerman, akan mengizinkan guru Muslim untuk mengenakan jilbab, ungkap pihak berwenang pada Rabu (29/03/2023).
Jilbab dan pemakaian simbol-simbol agama oleh guru akan diizinkan, secara umum, dan hanya dapat dibatasi dalam kasus-kasus individual jika itu membahayakan perdamaian sekolah, kata departemen pendidikan Berlin, dalam edaran resmi yang dikirim ke kepala-kepala sekolah.
Ini merupakan kabar baik bagi Muslim di Jerman yang berprofesi sebagai guru, lantaran sejak 2005 di bawah undang-undang netralitas, Berlin melarang pegawai negeri mengenakan pakaian dan simbol keagamaan.
Tetapi beberapa putusan pengadilan dalam beberapa tahun terakhir menggarisbawahi bahwa larangan jilbab merupakan diskriminasi, dan melanggar kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
Dilansir MEMO pada Rabu (29/03), Departemen Pendidikan, Pemuda dan Keluarga Senat memberi tahu para kepala sekolah bahwa mereka harus mematuhi keputusan pengadilan baru-baru ini.
Populasi Islam di Jerman
Agama Islam di Jerman mulai naik secara signifikan setelah migrasi buruh pada tahun 1960an dan beberapa gelombang pengungsi politik sejak tahun 1970an.
Tren kenaikan tersebut tercatat dalam sebuah survei pada tahun 2009, yang memperkirakan saat itu jumlah Muslim mencapai 4,3 juta orang. Pada tahun 2016, survei serupa dilakukan dan menemukan bahwa Muslim bertambah hingga mencapai 4,7 juta orang.
Survei terakhir pada tahun 2019, jumlah Muslim telah mencapai 5,3 sampai 5,6 juta orang atau sekitar 6,4 sampai 6,7% dari populasi Jerman.
Sebagian besar Muslim Jerman tinggal di bekas Jerman Barat, termasuk Berlin Barat.
Peran Utsmaniyyah
Muslim pertama kali pindah ke Jerman sebagai bagian dari hubungan diplomatik, militer dan ekonomi antara Jerman dan Kekhalifahan Utsmaniyyah pada abad kedelapan belas. Dua puluh tentara Muslim bertugas di bawah Frederick William I dari Prusia, pada awal abad kedelapan belas.
Pada tahun 1745, Frederick II dari Prusia mendirikan sebuah unit Muslim di tentara Prusia yang disebut “Penunggang Muslim” dan sebagian besar terdiri dari orang Bosnia, Albania, dan Tatar. Pada tahun 1760 sebuah korps Muslim Bosnia didirikan dengan sekitar 1.000 orang.
Pada 1798 sebuah pemakaman Muslim didirikan di Berlin. Pemakaman yang dipindahkan pada tahun 1866 ini masih ada hingga sekarang. Sejumlah filosof Jerman bersimpati pada Islam, termasuk Johann Wolfgang von Goethe (yang secara khusus mengagumi puisi sufi Hafez) dan kemudian Friedrich Nietzsche (dalam The Antichrist, dia menyatakan bahwa semangat Jermanik lebih dekat dengan bangsa Moor (sebutan Muslim) di Al -Andalus daripada Yunani, Roma dan Kristen).
Kekaisaran Jerman memiliki lebih dari dua juta warga Muslim, sebagian besar Sunni, di koloni seberang laut. Mayoritas tinggal di Afrika Timur Jerman. Beberapa pemberontakan Muslim melawan pemerintahan kolonial Jerman terjadi, termasuk Kampanye Adamawa, Pemberontakan Maji Maji dan Pemberontakan Abushiri.*