Hidayatullah.com—Liga Arab menobatkan Yerusalem (Baitul Maqdis) sebagai ibu kota permanen media Arab, sebagai pengakuan atas fokus regional pada perjuangan Palestina, blok tersebut mengumumkan pada hari Sabtu (24/12/2022). Ibu Kota media Arab sementara sebelumnya adalah Dubai, Bagdad, dan Riyadh.
“Menekankan sentralitas perjuangan Palestina yang sah, dewan memilih Yerusalem (Baitul Maqdis) sebagai ibu kota pertama media Arab, sebagai ekspresi status sentimental dan karakter sejarah dan hukum khusus kota suci ini,” demikian disampaikan Asisten Sekretaris Jenderal dan Kepala Sektor Media dan Komunikasi Liga Negara Arab, Duta Besar Ahmed Rashid Khattabi sebelum sesi pembukaan pertemuan konsultatif menteri informasi Arab di kota Libya Tripoli, dikutip Qatar News Agency (QNA)
Pernyataan diplomat Arab itu disampaikan selama pertemuan dengan menteri informasi blok itu di Libya di sela-sela acara “Tripoli, sebagai Ibu Kota Media Arab 2022”. Ibu Kota media Arab sementara akan dipilih setiap tahun oleh dewan sementara Yerusalem terus memegang posisi permanennya.
Para diplomat juga memberikan penghargaan Al Saraya Al Hamra kepada wartawan Al-Jazeera yang dibunuh, Shireen Abu Akleh, untuk kebebasan pers selama upacara penutupan acara di Libya. Media Libya melaporkan bahwa mendiang wartawan tersebut adalah orang pertama yang disebut sebagai penerima penghargaan.
Shireen Abu Akleh ditembak dan dibunuh pasukan penjajah Israel pada 11 Mei saat dia sedang meliput serangan oleh negara Zionis di Jenin. Sniper penjajah menembak Abu Akleh saat dia mengenakan rompi biru dan helm, yang dengan jelas mengidentifikasi dia sebagai anggota pers.
Lebih dari tujuh bulan kemudian, penjajah Israel belum dimintai pertanggungjawaban atas pembunuhan tersebut meskipun banyak kesaksian saksi bersama dengan penyelidikan independen oleh kelompok hak asasi manusia dan media.
Pada 6 Desember, Al–Jazeera mengajukan permintaan resmi ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki dan mengadili para pelaku kejahatan tersebut.
Status Baitul Maqdis
Penjajah merebut Yerusalem Timur selama perang enam hari pada tahun 1967, yang dikenal sebagai Hari Naksa atau “hari kemunduran”. Yawm an-Naksa (hari kemunduran) adalah hari peringatan tahunan bagi perpindahan bangsa Palestina yang menyertai pendudukan Israel pada Perang Enam Hari tahun 1967, yang sejak itu Israel menguasai Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Yerusalem atau Baitul Maqdis adalah tempat dimana Masjid Al-Aqsha dan Kota Tua berada. Israel mendeklarasikan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada tahun 1980.
Kota yang diduduki penjajah adalah pusat intifada kedua, atau pemberontakan, ketika mantan pemimpin Israel Ariel Sharon memasuki kompleks Al-Aqsha dengan 1.000 anggota polisi Zionis.
Selama intifada kedua antara tahun 2000 dan 2005, Israel telah membunuh sedikitnya 4.973 warga Palestina , termasuk Muhammad Al-Durrah, pemuda Palestina berusia 12 tahun, yang fotonya bersembunyi di belakang ayahnya menjadi momen ikonik dan dikenang seluruh dunia.
Pada 2017 , mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem. Langkah kontroversial itu dikecam secara luas di wilayah Arab dan memicu protes di Palestina.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Qatar “menolak sepenuhnya” langkah tersebut. Negara Teluk itu telah lama menyerukan “solusi dua negara” dengan pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Namun gagasan ini justru ditolak rakyat Palestina.
Sampai saat ini, pemukim haram ‘Israel’ terus menyerbu tempat-tempat suci Palestina di Baitul Maqis. Terutama selama bulan puasa Ramadhan.
Pada bulan Juli, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani memperingatkan bahwa ketegangan dan ketidakstabilan di Timur Tengah akan terus berlanjut selama pelanggaran ‘Israel’ terhadap hukum internasional di Palestina terus dilakukan.
“Sumber utama ketegangan dan ketidakstabilan akan bertahan kecuali Israel menghentikan praktik dan pelanggaran hukum internasional yang tercermin dalam pembangunan pemukiman, mengubah karakter Yerusalem dan terus memaksakan pengepungan di Gaza,” kata amir tersebut pada KTT Keamanan dan Pembangunan Jeddah.*