Hidayatullah.com – Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menarik pulang duta besar negaranya untuk ‘Israel’ setelah ketegangan diplomatik selama berbulan-bulan terkait serangan Zionis ke Gaza.
Langkah presiden Lula itu diumumkan dalam edaran resmi Brazil pada hari Rabu. Belum ada tanggapan dari pihak ‘Israel’.
Lula sering mengkritik serangan Israel di Jalur Gaza yang terkepung, yang ia bandingkan dengan Holocaust tahun ini. Hal ini menyebabkan Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz memanggil duta besar Brasil ke museum nasional Holocaust di Yerusalem Barat untuk mendapat teguran publik.
Dalam pertemuan itu, Dubes Brazil ditegur secara terbuka dalam bahasa Ibrani tanpa kehadiran penerjemah. Hal tersebut lantas memantik respon keras dari Brazil yang menyebutnya “penghinaan”.
Duta Besar Frederico Meyer telah dipindahkan ke Jenewa dan akan bergabung dengan misi permanen Brasil untuk PBB dan organisasi internasional lainnya.
Lula, yang negaranya kini menjabat sebagai presiden bergilir G20, telah mendapat kecaman dari kelompok nasionalis dan sayap kanan karena mendukung Palestina.
Namun, ia mendapat dukungan di negara lain di Amerika Latin, terutama dari Presiden Kolombia Gustavo Petro, yang juga memutuskan hubungan dengan ‘Israel’.
Baca juga: Kalahkan Capres Pendukung Zionis, Lula Jadi Presiden Brazil
Baik Brazil maupun Kolombia mendukung gugatan Afrika Selatan terhadap ‘Israel’ di hadapan Mahkamah Internasional di Den Haag, dan menuduh serangan Gaza merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Genosida.
Lebih dari 36.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 81.000 orang terluka dalam perang Israel di Gaza.
Ketika serangan tersebut terus berlanjut, ‘Israel’ menghadapi kecaman global yang semakin besar karena membombardir Rafah, kota terakhir di Gaza yang menampung hampir sejutaan pengungsi Palestina.
‘Israel’ melakukan serangan-serangan ini karena terus memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuknya bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.
Sebelum serangan Rafah dimulai pada tanggal 7 Mei, PBB telah memperingatkan bahwa sebanyak 1,4 juta orang berlindung di kota tersebut. Sejak itu, satu juta orang telah meninggalkan wilayah tersebut, kata badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).