PENYALURAN al-Quran yang dilakukan Yayasan Wakaf Al Qur’an Suara Hidayatullah (YAWASH) kali ini ditujukan ke masyarakat muslim yang berada di beberapa desa Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Ngada berada di Pulau Flores bersama tujuh kabupaten lainnya, yakni Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ende, Sikka, dan Flores Timur.
Letak Kabupaten Ngada berada di tengah Pulau Flores, dengan batas utara Laut Flores dan selatan Laut Sawu. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Nagekeo dan sebelah barat oleh Kabupaten Manggarai Timur.
Lokasi penyaluran al-Quran dari YAWASH sementara ini ditujukan ke empat desa saling berdekatan di Kecamatan Riung, yakni Desa Latung, Desa Sambinasi Induk, Desa Sambinasi Tengah, dan Desa Sambinasi Barat. Penyaluran ditujukan ke satu masjid yang menyelenggarakan Taman Pendidikan al-Quran, yakni kegiatan vital di suatu tempat yang masyarakatnya sangat membutuhkan pengajaran al-Quran. Masing-masing masjid itu Masjid Al Jihad Mbarungkeli (Desa Latung), Masjid Suhada Damu (Sambinasi Induk), Masjid Al Akbar Ruki (Sambinasi Tengah), dan Masjid Ar Rahman Marotauk (Sambinasi Barat).
“Khusus untuk desa-desa itu mayoritas masyarakatnya muslim, tetapi kegiatan dan sarana pengajaran keagamaan untuk mereka masih kurang. Hal ini disebabkan minimnya tenaga pengajar agama dan sarana pengajaran,” kata Nurdin Potok, dai di Sambinasi Barat. Muara dari semua itu disebabkan rendahnya kemampuan sumber daya manusia di sejumlah desa.
Nurdin menyebutkan, umumnya tingkat kehidupan masyarakat di Desa Latung, Sambinasi Induk, Sambinasi Tengah, Desa Sambinasi Barat, tergolong rendah. Mayoritas masyarakat hidup dari kegiatan pertanian dan penangkapan ikan.
Hasil dari kegiatan pertanian yang berupa sawah dan berladang seperti menanam palawija dan jagung, hanya cukup dikonsumsi sendiri. Hasil yang sudah diperoleh dari panen akan disimpan untuk dikonsumsi untuk masa panen berikutnya. Sementara dari hasil penangkapan ikan diperoleh dengan cara memancing. Hanya segelintir orang memiliki sarana semacam pukat.
“Khusus untuk ikan hasil pancing masyarakat ditampung oleh penadah, kemudian dijual ke desa dan masyarakat yang berada di pegunungan,” jelas Nurdin. Karena ikan-ikan itu hanya diperoleh dari hasil memancing, maka pendapatan yang diperoleh masyarakat pun minim.
Potret kehidupan masyarakat ini juga bisa digambarkan dari fasilitas yang ada di desa. Umumnya jalan-jalan belum beraspal. Masih berupa sirtu yang dipadatkan. Jarak desa menuju pusat kecamatan berkisar belasan kilometer, sementara jarak desa menuju kota kabupaten (Bajawa) sekitar 90 km.
Secara umum kondisi masyarakat di Desa Latung, Sambinasi Induk, Sambinasi Tengah, Desa Sambinasi Barat yang relatif berada di pelosok, juga dapat diketahui dari kondisi sosial ekonomi penduduk Kabupaten Ngada. Dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngada, Angka Partisipasi Murni (APM), yakni persentase jumlah anak pada kelompok usia tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya sebagai berikut: tingkat SD 97,96%, SLTP 59,25%, SLTA 55,44%, dan PT 10,87%.
Dari sini dapat diketahui, semakin tinggi jenjang pendidikan, kian rendah angka partisipasinya. Banyak lulusan SD tidak melanjutkan ke tingkat SLTP, serta banyak lulusan SLTA tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Rendahnya partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan lebih tinggi ini antara lain disebabkan masih rendahnya jangkauan dan akses pada jenjang pendidikan tersebut, serta faktor kemiskinan. Biaya sekolah yang tinggi menjadi penyebab rendahnya partisipasi sekolah masyarakat.
Di samping itu terdapat kendala lain bagi masyarakat dalam menjalankan proses belajar mengajar, yakni minimnya sarana penerangan. Di sejumlah desa masih menggunakan solarcell (pembangkit listrik dengan menggunakan sinar matahari) dan pembangkit diesel. Aliran listrik diesel dinikmati masyarakat dari pukul 18.00 sampai 22.00, sementara solarcell dari 18.00 sampai tengah malam.
“Karena faktor kendala penerangan ini, kami mengadakan halaqah al-Quran anak-anak dan masyarakat setelah shalat Dhuhur,” jelas Nurdin. Dai kelahiran desa setempat ini menyebutkan, pada waktu itu anak-anak peserta TPQ juga sudah menyelesaikan sekolah formalnya.
Sebelum ini sarana al-Quran dan buku Iqro’ untuk pengajaran agama masih kurang. Sarana yang sudah ada itu diperoleh dari Kupang. Di pihak masyarakat pun tidak sepenuhnya dapat memenuhi sarana al-Quran secara mandiri. “Alhamdulillah sekarang kami mendapat kiriman 250 al-Quran dari YAWASH,” sebut Nurdin.
Ia mengatakan, saat ini dirinya sangat mementingkan pengajaran al-Quran dan agama untuk anak-anak di desanya. Di samping akan menjadi kebutuhan utama untuk kehidupan mereka kelak, juga agar masyarakat di desa-desa Kecamatan Riung tidak sama sekali buta dalam pendidikan. “Kalau dalam pendidikan formal anak-anak mungkin belum bisa mendapatkan secara maksimal, dalam pendidikan agama ini kami akan mengupayakan mereka bisa mendapatkan secara maksimal,” katanya.
Untuk yang akan datang YAWASH (Yayasan Wakaf Al Quran Suara Hidayatulah) sedang mengkaji beberapa desa di Kec. Elar, Kab. Manggarai Timur guna penyaluran al-Quran. Dalam pengamatan awal, sejumlah tempat di desa ini masih minim sarana pengajaran al-Quran. Mudah-mudahan kebutuhan yang diharapkan masyarakat di desa-desa tersebut bisa dipenuhi.*/Informasi selanjutnya: http://sejutaquran.org/