Hidayatullah.com–Pendiri Sirah Community Indonesia, Asep Sobari menjelaskan bahwa sirah merupakan praktik dari Al Qur`an, yang teraplikasi dalam kehidupan Rasulullah Sallallahu `alaihi wasallam, sedangkan sirah dibangun berdasarkan Al Qur`an dan hadist.
“Sirah adalah materi dasar pendidikan dan terkait dalam setiap cabang keilmuan Islam. Hampir di sebagian besar kehidupan umat Islam, pernah menyentuh atau mendengar kisah-kisah dari sirah atau sejarah Rasulullah Sallallahu `alaihi wasallam,” ujarnya workshop “Metodologi Pembelajaran Sirah” yang diselenggarakan oleh Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), hari Sabtu 03 Oktober 2015, di Aula Mahad `Aly Imam al Ghazally, Solo, Jawa Tengah.
Menurut Asep, yang menjadi perhatian dan permasalahan dalam pengkajian sirah adalah, bagaimana sirah dapat dibaca dalam framework yang benar dan disajikan dalam bentuk yang menarik. Tidak salah membaca sirah sebagaimana orang-orang Syi`ah, liberal atau kaum Orientalis.
Sirah seharusnya harus dipandang dalam kacamata peradaban dan penyajian sirah harus sesuai dan baik, untuk bisa diterima berbagai segmen umat Islam.
“Sirah Nabawiyyah bukanlah sekedar kisah yang mengalir begitu saja dalam kehidupan seseorang, tetapi sirah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Sallallahu `alaihi wasallam ketika beliau menerima wahyu dari Allah, beliau mengaplikasikannya pada kehidupan nyata, yang hasilnya adalah mengubah tatanan hidup, melahirkan generasi-generasi terbaik dan membangun sebuah ummat, yang menjadi teladan bagi dunia,” terang Asep Sobari, alumnus Universitas Islam Madinah, di hadapan sekitar 60 peserta yang terdiri dari ormas Islam, guru dan mahasiswa.
Ia juga menjelaskan bahwa sejarah mesti dilihat secara utuh dan berdasarkan nash. Ia mencontohkan pada Perang Uhud, yang masyur dikenal sebagai kekalahan pertempuran umat Islam.
Menurutnya, ketika itu yang terjadi bukanlah kekalahan mutlak umat Islam atau bisa dikatakan tidak terjadi kekalahan, sebab tujuan orang kafir Quraisy tidak tercapai untuk membunuh para tokoh-tokoh penting Islam dan menguasai jalur perdagangan. Sedangkan umat Islam ketika itu juga tetap dapat bertahan, namun memang umat Islam mengalami kerugian besar, bukan kekalahan.
Asep Sobari juga menegaskan, sirah merupakan pijakan yang utama dalam membangun peradaban, jangan sampai latah belajar dan menerapkan sistem ekonomi, politik, sosial, dari Persia atau pun Roma. Padahal telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para Sahabat di dalam sirah.
Workshop Metodologi Pembelajaran Sirah yang berlangsung pada pukul 08.30 hingga 15.00 ini, pada pembukaannya diberikan sambutan oleh Arif Wibowo, M.PI (Direktur Eksekutif Mahad ‘Aly Imam al Ghazally).
Menurut Arif, di Mahad ini, selain diketahui juga mengkaji sejarah dan pemikiran Islam Indonesia dan dunia, direncanakan akan dibangun menjadi laboratorium dan wadah riset bagi aktivis-aktivis Islam, untuk semakin menambah bahan dan khazanah keilmuan khususnya di Kota Solo.*
Acara ini terselenggara berkat kerjasama Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI), Mahad `Aly Imam al Ghazally (MAIG), Sirah Community Indonesia (SCI) dan Masjid Insan Mulia.*/Galih