Hidayatullah.com- Komunitas Penulis Muda Nusantara (PENA) mengembangkan sayap pergerakannya. Ditandai dengan acara silaturahmi perdana PENA Balikpapan, Kalimantan Timur, di Teritip, Balikpapan Timur, Sabtu (02/04/2016) malam.
Silaturahim ini bertujuan untuk mempersiapkan pembentukan PENA Balikpapan.
Kegiatan ini dilaksanakan di ruang rapat kantor sebuah yayasan di Gunung Tembak, Teritip.
Acara ini di antaranya dihadiri oleh perwakilan berbagai kelompok santri dari unit pendidikan di bawah yayasan tersebut.
Dalam sambutannya, Sekretaris PENA Pusat Muhammad Abdus menjelaskan tentang awal mula terbentuknya komunitas PENA. Dimulai dari diskusi di grup WhatsApps dan resmi berdiri tanggal 10 September 2015.
“Komunitas ini diinisiasi pada medio 2015 oleh hidayatullah.com. Dimulai dari diskusi dan berbagi ilmu melalui media WhatsApp. Alhamdulillah, PENA telah melaksanakan beberapa kegiatan dan silaturahim di beberapa daerah, yakni di Jabodetabek, Jawa Timur, Yogyakarta, dan hari ini di Balikpapan,” tuturnya.
Gayung bersambut, lanjutnya. Para penulis muda dari Kupang, Makassar, dan beberapa daerah lain sangat antusias untuk bergabung dengan komunitas ini.
“Ini seperti oase di gurun pasir. Apalagi teman-teman rata-rata sudah memiliki kemampuan (menulis) tetapi belum terorganisasi,” lanjutnya.
Adapun tujuan dibentuknya PENA, ia katakan, pertama, sebagai wadah bagi para santri maupun penulis muda lain untuk sama-sama belajar menulis.
Kedua, sebagai wadah silaturahim dan menguatkan ukhuwah. “Ketiga yakni memperkuat visi-misi dan berdakwah melalui dunia tulisan,” ujarnya.
“Insya Allah PENA Pusat akan memberikan support untuk komunitas PENA Daerah Khusus Balikpapan. Semoga kita semua bisa istiqamah, kata yang sederhana tetapi berat, sama seperti menulis,” kata sang sekretaris.
Aktualisasi Berislam Melalui Tulisan
Sementara itu, Pembina PENA, Abdul Ghofar Hadi, turut berbicara. Ia mengatakan, pesan Iqra’ (membaca) dan Qolam (pena) adalah bukti nyata bahwa membaca dan menulis itu sangat penting. Seperti yang tertulis dalam al-Qur’an.
“Hasil dari membaca yah tulisan itu. Kalau setelah membaca tapi tidak menghasilkan tulisan , maka mungkin “pena”-nya rusak, macet, atau hilang. Dalam ilmu pendidikan dikenal 4 tahapan, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis,” kata Abdul Ghofar.
Ia menegaskan bahwa para santri khususnya harus rajin membaca dan menulis. Kemudian diaktualisasikan untuk terbangunnya peradaban Islam.
Dengan menulis, tambahnya, maka ruang dakwah Islam akan lebih luas daripada berceramah di atas mimbar, misalnya.
Dengan tulisan, penulis bisa menuliskan ceramah para muballigh yang hanya didengarkan di masjid agar semua orang bisa membacanya melalui tulisan. Sehingga bisa dinikmati oleh banyak orang, dimana saja.
Menulis sebagai Jembatan Sejarah
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Ia pun mengatakan, melalui tulisan, umat Islam saat ini bisa mengetahui perjalanan sejarah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para Sahabat, ulama, dan pendakwah Islam di abad 20-an.
“Tulisan itulah jembatan. Jembatan yang menghubungkan generasi ke generasi. Bagaimana bisa kita mengetahui perjalanan hidup Nabi Muhammad kalau bukan dari tulisan para ulama. Kalau perjalanan hidup seseorang tidak ditulis maka bisa dipastikan generasi sekarang tidak mengetahui para pendahulunya,” tambah Abdul Ghofar.
Ia mengatakan, anggota PENA yang nanti direkrut harus memiliki target pencapaian yang jelas. Misalnya, kata dia, menerbitkan 100 buku dalam dua tahun ke depan sebagai target utama.
“Tidak ada yang mustahil kalau kita mau memulai dari sekarang. Untuk mendukung itu maka pelatihan merupakan hal yang mutlak dilaksanakan,” pungkasnya bersemangat.*/Febryan Wardana, pegiat komunitas PENA Balikpapan