Hidayatullah.com– Muktamar ke-6 Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) di Yogyakarta turut memberikan perhatian terhadap pengembangan literasi ekonomi dan keuangan syariah.
Pada perhelatan ini, digelar seminar bertajuk “Literasi Ekonomi Syariah” yang menghadirkan dua narasumber. Yaitu, Reza Mustafa dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Ardiansyah yang merupakan akademisi Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Dalam pemaparannya, Reza mengatakan bahwa potensi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia saat ini sangat besar.
“Kita punya potensi yang besar untuk mengembangkan ekonomi syariah karena baru 8 persen yang melek ekonomi syariah (tahun 2016)” ujarnya di Hotel Grand Keisha Yogyakarta, Jumat (15/11/2019) dirilis panitia muktamar.
OJK pun, kata Reza, mengharapkan setiap Muslim mempunyai kewajiban untuk mendakwahkan/mensyiarkan kesadaran pentingnya pengelolaan keuangan dengan memakai perbankan syariah.
Menurutnya, peta jalan (roadmap) OJK ke depan pengembangan ekonomi syariah akan memiliki identitas yang jelas. Produk-produknya akan memiliki kekhasan syariah.
OJK, tambahnya, juga akan mengembangkan ekonomi syariah dengan ekosistem ekonomi syariah yang disinergikan dengan industri bersertifikasi halal, seperti fashion syariah hingga pariwisata halal.
“Perbankan syariah akan menjadi motor penggerak dari industri berbasis syariah,” ujarnya mengimbuhkan.
Sementara Ardiansyah memaparkan soal perbedaan perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Yaitu, pertama, katanya bank syariah harus tunduk kepada fatwa MUI dan regulasi pemerintah.
Ardiansyah mengatakan, di Indonesia semua bank syariah berpegang pada fatwa MUI. Hal ini berbeda dengan di luar negeri, dimana setiap perbankan memiliki fatwa ulama masing-masing.
Kedua, struktur perbankan syariah di Indonesia memiliki Dewan Pengawas Syariah. Ada pula unit-unit yang tidak boleh membiayai industri non halal, seperti perjudian, industri rokok, dan diskotek.
Menurutnya, dari sisi produk, bank syariah punya fungsi penyimpanan dan penyaluran dana. Perbedaannya terletak pada akad, yakni akad bagi hasil dan akad sifatnya titipan (wadiah).*