Pernyataan Presiden Amerika Searikat (AS), George W. Bush yang menganggap demokrasi akan tumbuh setelah invasinya ke Iraq ternyata meleset besar.
Segala pernyataan yang menyangka bahwa demokrasi akan berkembang maju di Asia Barat berikut kejatuhan rejim Saddam Hussein di Iraq hanyalah omong kosong belaka.
Pernyataan ini disampaikan oleh Lembaga Kajian Strategi Internasional (IISS) dalam lapoan tahunannya, Strategic Survey 2002/3 yang disiarkan kemarin.
“Proses demokrasi dijangka memakan masa yang lama walaupun mungkin dimajukan sedikit dengan perubahan rejim di Iraq,” kutip IISS.
Menurut IISS, perubahan ke arah demokrasi mungkin dirangsangkan di beberapa negara Teluk termasuk Arab Saudi dan Iran. Tetapi rakyat sendiri tidak mendukung pembelanjaan sumber anggaran yang diperlukan untuk memupuk pemerintahan demokrasi pro-AS di Asia Barat selepas Saddam.
Bukti ini itu ditunjukkan oleh adanya angggaran yang terlalu kecil, hanya 29 juta USD yang diberikan pada Desember 2002, kutip IISS. Karena itu, IISS mengusulkan dana yang diberikan pada kaum-kaum pembangkan pro AS di Asia Barat haruslah di perbesar.
Bagaimanapun, menurut IISS, kebanyakan pergerakan pembangkang di Asia Barat adalah kaum berhaluan Islam yang menolak pengaruh AS di dunia Islam.
Menteri Luar Negeri Jordan, Marwan Muasher mengatakan, bulan ini, amatlah penting untuk negara-negara Arab memperbaharui sistem politik dan ekonomi masing-masing.
Jika dunia Arab gagal berbuat demikian, kemungkinan demokrasi akan disodorkan secara paksa oleh pihak luar, kata beliau.
AS mengkin akan terus mempromosikan ajaran demokrasi ke nagara-negara Islam, sambil ‘membeli’ kelompok-kelompok pembelot yang sudi menukar ideologi dengan dana dari amerika. (rtr/um/cha)