Hidayatullah.com–Harian Libanon, Daily Star, semalam melaporkan, bulan lalu Presiden Suriah, Bashar Assad telah melakukan pertemuan penting dengan pemimpin gerakan Islam yang cukup berpengaruh Al-Ikhwan al-Muslimun guna mencari apa yang disebut pihak pemerintah mencari titik temu antara perintah dan Ikhwan.
Pertemuan itu diwakili Presiden Suriah Bashar Asaad, juga sejumlah tokoh Ikhwan dari Qatar, Sheikh Yusuf al-Qaradhawi; juga sayap Ikhwan di Lebanon, Fathi Yakan dan tokoh sayap politik Ikhwan di Jordan, Hamza Mansour.
Pera pemimpin Ikhwan dan pihak pememrintah itu mengadakan pertemuan di Damaskus guna membincarakan penafsiran mengenai hukum-hukum Islam.
“Ketika pertemuan itu Bashar berbicara mengenai usaha titik temu antara tujua Islam serta kebangsaan,” kata Anggota Parlemen Suria, Mohammed Bahash, seperti dikutip Daily Star.
Mohammed adalah salah seorang yang ikut terlibat dalam usaha mempertemukan kedua pihak itu.
Pergerakan Ikhwan pernah dilarang sebagai partai politik di Suria sejak tahun 1958. Pada Juli 1980, pihak pemerintah bahkan telah meloloskan sebuah ‘Undang-Undang 49’ yang isinya membolehkan seseorang anggota partai itu dihukum mati.
Akibat UU ‘kejam’ ini, sebagaian anggota Ikhwan melarikan diri dan hidup dalam buangan. Kalau tidak, mereka dipenjara serta mati terbunuh oleh kekejaman pihak keamanan dan militer.
Bagaimanapun juga, sikap pemerintah Suriah terhadap gerakan Ikhwan sebagai sikap politis kepentingan. Sebagaimana diketahui, setahun belakangan ini, Suriah ditekan pihak sekutu AS agar tidak memberi keleluasaan aktifis Islam.
Sikap baik hati Suriah bertemu ketika Ikhwan sebagai salah gerakan yang paling sangat menentang berbagai kebijakan AS di negeri-negeri Islam termasuk dukungannya pada penjajah Israel di Palestina. Dukungan Ikhwan ini bisa jadi sebagai dukungan moril Suriah menghadapi AS.
Seorang peniliti politik dari Universitas Damaskus, Samir al-Taqi, mengatakan, perundingan antara kedua belah pihak sudah lama berlangsung tetapi sejak akhir-akhir ini kemungkinan baru untuk rundingan muncul disebabkan perubahan iklim politik wilayah.
“Kebijakan AS di wilayah ini menghangatkan lagi sentimen anti-Amerika selain merapatkan kelompok gerakan Islam dengan pihak pemerintah yang sebelum ini sangat menentangnya, ” ujarnya.
Taqi juga berpendapat, pihak pemerintah Suria dan Ikhwan kini tengah berusaha keras menilai kembali peranan mereka selain mencari jalan bagaimana untuk menghapuskan perbedaaan.
Meskipun saat ini banyak perundingan melibatkan pemimpin Ikhwan di luar Suria, Mohammed mengatakan, pemimpin Ikhwan setempat perlu mengemukakan rencana guna membolehkan mereka pulang ke negeri itu.
“Sebagai partai atau gerakan politik, Ikhwan masih dilarang hingga kini karena mereka tidak memberikan kepada kita program baru yang membolehkan pellaksanaan payung demokrasi,” ujarnya.
Represif
Selama puluhan tahun, Ikhwan menjadi kelompok yang tertindas oleh pemerintahan di wilayah Timur Tengah. Lembaga Hak Asasi Manusia Mesir pernah menyebutkan, pemerintah Arab Saudi telah melanggar hak asasi manusia dengan cara berusaha memberangus gerakan-gerakan Islam di negara tersebut.
“Selepas dunia mengatakan perang terhadap terorisme, penjara di kebanyakan negara Arab dipenuhi dengan tahanan..,” ujar aktifis hak asasi manusia Mohammed Faeq.
Kelompok pejuang hak asasi manusia yang dibentuk sejak 1983 itu menuduh Arab Saudi dan Mesir menggunakan segala kampanye untuk menindak kelompok yang selama ini selalu dituduhkan membahayakan keamanan negara itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Al-Ikhwan al-Muslimun adalah sebuah gerakan Islam didirikan oleh Syaikh Hasan al-Banna. Tahun 1948, Ikhwan turut serta dalam perang Palestina. Peristiwa ini telah direkam secara rinci oleh ustadz Kamil Syarif dalam bukunya ‘Al-Ikhwan al-Muslimun fi Harbi Falasthin.
Pada tanggal 8 Nopember 1948, Muhammad Fahmi Nagrasyi, perdana menteri Mesir, membekukan gerakan Ikhwan dan menyita harta kekayaannya serta menangkap tokoh-tokohnya. Desember 1948, orang-orang Ikhwan dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan Naqrasyi. Tanggal 12 Pebruari 1949 Hasan al-Banna terbunuh oleh pembunuh misterius. Sejak itulah nasib Ikhwan terus dikejar-kejar.
Tahun 1950 berdasarkan keputusan Dewan Tertinggi Negara, Ikhwan direhabilitasi. Ketika itu Mesir diperintah oleh kabinet al-Nuhas. Dewan tersebut juga memutuskan bahwa pembekuan Ikhwan selain tidak sah, juga inkonstitusional.
Meski demikian, sisa-sisa ketakutan terhadap gerakan Al-Ikhwan al-Muslimun di Timur-Tengah masih berlanjut akibat ketundukannya pada penjajah AS. (ds/hid/cha)