Hidayatullah.com–Wan Muhammad Noor, tokoh Muslim Thailand mempertanyakan kelanjutan penyelidikan tragedi Tak Bai, yang hasil investigasinya hanya menguntungkan militer setempat.
Noor, yang juga berkedudukan resmi selaku penasehat Perdana Menteri urusan wilayah Muslim di Thailand Selatan, menyatakan ia merasa "sangat pedih akan apa-apa yang terjadi di Thailand selatan, khususnya dengan apa yang telah terjadi di Tak Bai."
Tragedi Tak Bai distrik tepi pantai di Provinsi Narathiwat terjadi pada Ramadhan 2004 yang menewaskan 84 kaum Muslim setelah mereka berunjukrasa di pos polisi setempat. Mereka tewas selain akibat tindakan berlebihan aparat, juga karena cara-cara tidak manusiawi pengangkutan mereka ke lokasi penahanan di kamp militer provinsi tetangga, Pattani.
Delapan puluh empat korban tewas sebagian besar karena tidak bisa bernapas karena diangkut dengan truk-truk militer yang berpenutup terpal ke Pattani, sekitar 100km dari lokasi kejadian.
Tragedi Tak Bai sendiri merupakan ikutan dari rangkaian peristiwa kekerasan di kawasan Thailand selatan setelah penyerbuan markas militer oleh kaum muda Pattani. Operasi pembersihan oleh militer setelah serangan bulan Januari 2004 itu menewaskan lebih 100 warga Muslim setempat.
Militer Thailand dengan persenjataan beratnya bahkan menyerang habis sekelompok 32 pemuda Muslim yang hampir tidak bersenjata dan berlindung di mesjid besejarah setempat berusia 500 tahun buatan seorang imigran China beragama Islam. Puluhan pemuda itu menemui ajalnya di dalam mesjid.
Noor mengatakan akar permasalahan dari persoalan di Thailand selatan ialah bahwa masih ada sekalangan warga Muslim yang berbeda pandangan dengan kebijakan Pemerintah Thailand, terutama dalam hal-hal yang berhubungan dengan kemasyarakatan.
"Perbedaan pandangan dalam hal-hal seperti itu sangat mungkin (terjadi) dalam setiap masyarakat di manapun di dunia ini," kata Noor.
Persoalannya, kata Noor, ialah bahwa orang-orang itu tidak muncul ke permukaan, sehingga baik diri mereka dan apa-apa yang mereka perjuangkan bisa diketahui. Jika itu dilakukan, bisa dilakukan dialog-dialog dengan mereka.
Noor mengatakan situasi demikianlah yang mempersulit penyelesaian masalah yang ada yang berakibat justru pada seruan-seruan orang di bawah permukaan itu agar dilakukan pembunuhan atas nama agama.
Menurut Noor memang mungkin saja aparat pemerintah setempat telah melenceng dalam tindakannya sehingga membuat kesalahan-kesalahan. Namun hal itu mestinya tidak dipandang sebagai kebijakan pemerintah, ataupun sebagai cara-cara yang ditempuh pemerintah.
Ia menegaskan salah pengertian seperti itu pulalah yang menjadi penyebab dari insiden-insiden di Narathiwat sehingga berpuncak pada unjukrasa di depan kantor polisi Tak Bai tersebut. Unjukrasa waktu itu dilakukan warga untuk mempertanyakan nasib empat guru pesantren yang ditangkap atas tuduhan menyimpan senjata.
Noor mengatakan meski dirinya sendiri berasal dari Selatan, namun sejauh ini ia tidak mengetahui siapa-siapa pelaku-pelaku hal-hal yang sudah terjadi itu. Bahkan para orang tua di wilayah itu saja tidak tahu siapa pelaku pembakaran-pembakaran sekolah dan fasilitas-fasilitas pemerintah lainnya belakangan ini.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
"Apa yang saya tahu ialah bahwa orang-orang yang melakukan tindak kejahatan itu ialah mereka yang tidak menghormati hukum ataupun masyarakat di negara ini," kata Noor.
Sejak kekerasan Januari 2004 terjadi sudah sedikitnya 700 orang tewas di tiga provinsi Muslim di wilayah Thailand selatan, Pattani, Yala dan Narathiwat. Para korban berjatuhan baik dari kalangan warga Muslim maupun para guru dan pegawai pemerintah yang dibunuh sebagai pembalasan oleh penyerang-penyerang gelap.
Dari sekitar 65 juta penduduk Thailand yang beragama mayoritas Buddha, berkisar hampir 10 persen Muslim dari provinsi-provinsi yang letaknya mengarah ke perbatasan dengan Malaysia itu. (ant/mi).