Rabu, 9 September 2005
Hidayatullah.com–Menteri Luar Negeri Malaysia, Sayyid Hamid Albar, mengkhawatirkan berlanjutnya krisis di wilayah selatan Thailand, seperti dilaporkan Kantor Berita Malaysia (BERNAMA). Pernyataan itu disampaikan oleh Hamid Albar dalam Konferensi Reformasi PBB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berlangsung di Kuala Lumpur. Dalam konferensi yang bertema “Pengaruh Abad 21 Terhadap Dunia Islam”. Hamid Albar juga menyinggung kondisi buruk warga muslim di selatan Thailand.
Menurut Hamid, Malaysia sebagai Ketua OKI dan negara tetangga Thailand, akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan krisis yang dihadapi oleh warga muslim di Thailand selatan. Albar menyebutkan, salah satu tugas terpenting Ketua OKI adalah menjamin keamanan umat Islam di dunia, khususnya mereka yang menjadi warga negara minoritas.
Ubah Taktik
Sementara itu, para pemimpim Muslim Malaysia juga memperingatkan Thailand untuk mencabut pandangan kerasnya terhadap wilayah bagian selatannya dimana para gerilyawan melakukan perjuangan disana. Mereka juga mengatakan akan menampung semua pengungsi akibat krisis di wilayah tersebut.
Para pemimpin politik dan agama mengatakan daripada mengatasinya dengan kekuatan militer, Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra seharusnya membangun kepercayaan dengan minoritas Muslim di negaranya yang dalam beberapa bulan terakhir ini kekerasan di wilayah itu terus terjadi.
"Sebagai negara tetangga kami berharap ada sebuah solusi untuk menyelesaikan krisis, bersama Kuala Lumpur yang memainkan sebuah peranan. Kami tidak ingin krisis ini meledak," kata Husam Musa selaku Wakil Presiden dari partai oposisi Islam di Malaysia, PAS.
Husam, yang juga adalah anggota dewan perwakilan di negara bagian Kelantan dimana puluhan warga Muslim Thailand mengungsi ke sana pekan lalu karena takut terhadap ancaman jiwanya, mengatakan strategi pemerintah untuk memerangi para gerilyawan perlu dievaluasi.
"Kami berharap pemerintah Thailand tidak akan mengambil pendekatan garis keras," ujar Husam. Dia juga memperingatkan bahwa akan ada eksodus dari warga Muslim yang ketakutan dari Thailand selatan, kecuali jika Thailand mengubah taktiknya. (afp/bnm/radi irib)
Sebelumnya, beberapa bulan lalu PM Thailand Thaksin Shinawatra membuat undang-undang (UU) Darurat baru yang isinya ditengarai disengaja untuk menjerat umat Islam di negeri itu.
Namun UU Darurat itu banyak mengalami kritik. Sebagaian besar pakar hukum dan pembela HAM. Mereka mengkhawatirkan Thailand semakin menjadi rejim yang otokratis.
Dalam UU itu, pemerintah Thailand bisa menciduk orang Islam,
menangkapnya tanpa didampingi pengacara, dan menyadap semua teleponnya. Peraturan baru yang menggantikan hukum perang di ketiga provinsi tersebut antara lain mengijinkan penahanan tersangka sampai 30 hari. Sedangkan hukum perang hanya mengijinkan penahanan sampai maksimal 7 hari. PM Thaksin juga dapat menyensor laporan media dan menyadap pembicaraan telepon. (irib/bbc/afp/dwwd/cha)