Hidayatullah.com—Hari ini, tepat lima tahun mantan PM Israel Ariel Sharon koma setelah terserang stroke. Sejak saat itu, mantan politikus dari Likud ini terus tak lepas dengan alat-alat medis.
November lalu, keluarga Sharon membawanya ke ranch keluarga, namun di sana kondisinya makin tidak stabil. Beberapa hari kemudian keluarganya membawa Sharon kembali ke rumah sakit.
Semenjak koma, mantan penjagal ribuan orang Palestina di Sabra dan Shatila ini diberitakan bermacam-macam. Ada yang mengatakan kondisinya membaik dan ada pula yang mengatakan dia telah mati. Namun dokter yang merawatnya selalu menyangkal berita tersebut, dengan mengatakan bahwa kondisinya masih tetap dalam keadaan koma meski beberapa kali sempat kritis.
Ariel Sharon dikenal sebagai otak beberapa kali kaus pembantaian warga Palestina. Yang terkenal adalah pembantaian Sabra Shatila, 16 dan 18 September 1982 yang menelan ribuan warga sipil Palestina dan Libanon. Pembantaian ini dilakukan pasukan Israel dibantu oleh kelompok Phalangis Kristen Libanon.
Bulan Agustus 2005, media Israel mengabarkan bahwa Ariel Sharon dalam keadaan takut yang luar biasa, karena mendapat ancaman dari kelompok ekstrimis Yahudi yang menentang penarikan mundur sekitar 8.000 Yahudi Israel dari Jalur Gaza. Koran Israel Maariv melaporkan bahwa meskipun Sharon memiliki pengawal pribadi, tapi dia suka menyimpan pistol sekalipun ketika tidur.
Beberapa pembaca turut memberikan komentar tentang kondisi terakhir Ariel Sharon. “Mungkin dia dipindah ke bagian neraka yang paling dalam,” tulis pembaca bernama Wissam dari Palestina. Maureen dari Australia menimpali komentar tersebut, “Bahkan neraka tidak menginginkan Sharon, si penjahat perang.”
September 2009, ketika kabar bahwa kondisi Ariel Sharon membaik, kepada Jerusalem Post Dr. Shlomo Segev yang merawatnya mengatakan bahwa Sharon berada dalam “keadaan vegetatif statis” dengan kerusakan otak yang parah dan dalam keadaan koma. Namun, kondisi komanya tidak terlalu mendalam, sehingga ia masih bisa membuka mata atau melihat obyek benda dan mengikuti pergerakannya. Segev juga menyatakan dirinya tidak bisa memperkirakan berapa lama lagi kondisi seperti itu akan berlanjut, sebelum akhirnya Sharon mati.[rnw/hid/hidayatullah.com]