Hidayatullah.com–Sekolah-sekolah dan universitas-universitas di Tunisia tutup akibat protes yang dipicu semakin tingginya pengangguran dan biaya hidup. Menteri Pendidikan memerintakan untuk menunda seluruh kelas pada hari Selasa setelah adanya kerusuhan di beberapa kota sehari sebelumnya.
Kerusuhan terbaru terjadi hari Senin, termasuk di beberapa kampus di Tunisia ketika sekutu secara resmi mengatakan satu siswa terluka dan beberapa siswa ditahan. Beberapa siswa mengadakan unjuk rasa atas salah satu halaman di Facebook yang menunjukkan bendera Tunisia yang di nodai darah.
“Setelah adanya masalah dalam beberapa hal, telah diputuskan untuk menunda seluruh kelas dari hari Selasa hingga ada keputusan baru,” ujar Menteri Pendidikan mengumumkan .
“Sambil menunggu kesimpulan dari pertanyaan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas vandalism yang yang telah terjadi, ujian di universitas-universitas ditunda hingga beberapa hari ke depan,” tambahnya.
Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH) yang bermarkas di Paris mengatakan sekurang-kurangnya ada 35 orang yang terbunuh dalam kekerasan yang terjadi selama akhir pekan setelah kelompok keamanan menembak para demonstran, pihak FIDH meminta semua untuk menahan diri.
“Kami telah mendata nama dari 35 orang tersebut,” Souhayr Belhassen, Presiden FIDH mengatakan pada AFP.
“Angka total sangatlah tinggi. Sekitar 50, tapi itu hanya perkiraan.”
Bagaimanapun, pihak berwenang mengatakan 14 orang yang telah terbunuh akibat tindak kekerasan, bagian dari tindakan pihak keamanan utuk membela diri.
Sebelum protes akhir pekan, jumlah korban tewas diperkirakan empat, termasuk 2 orang yang bunuh diri.
‘Tindakan Berlebihan’
Pihak keamanan dituduh telah menggunakan tindakan berlebihan untuk melawan para demonstran.
Belhassen mengatakan jika jumlah korban “meningkat secara tragis” setelah protes akhir pekan di daerah Regueb, Thala dan Kasserine, –daerah pertanian dengan angka pengangguran kaum muda yang tinggi– masih banyak lagi yang terluja “tidak bisa di hitung.”
Lembaga Internasional lainnya, Amnesti Internasional, memperkirakan 23 orang “terbunuh oleh pihak keamanan” selama terjadi unjuk rasa menentang pemerintahan pada hari Sabtu dan Ahad.
Unjuk rasa sebenarnya jarang terjadi di Tunisia, yang hanya memiliki dua presiden sejak merdeka dari Prancis 55 tahun yang lalu.
Persatuan Eropa, Prancis, PBB dan Amerika memperingatkan dan mengingatkan pemerintrahan Presiden Zine El Abidine Ben Ali untuk menunjukkan sikap tegas.
Kegelisahan mendorong Ben Ali untuk mengumumkan penciptaan 300.000 lapangan pekerjaan dalam pidator di sebuah televisi pada hari Senin, 50.000 telah dijaminkan untuk daerah. Dia juga mengadakan konfrensi nasional untuk membicarakan masalah lapangan pekerjaan di bulan Februari.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Secara resmi rata-rata pengangguran di Tunisia mencapai 14 persen, tetapi persentase dari yang telah lulus namun tidak bekerja dilaporkan dua kali lipatnya.
Ben Ali juga menyebut para demonstran dengan sebutan “kelompok preman”, menyebut jika mereka telah dijual pada “kelompok ekstrimis, teroris dan dimanipulasi oleh pihak asing.”
Sementara itu, Tunisia memanggil duta besar Amerika Gordon Gray pada hari Senin setelah minggu lalu Washington mengutuk tindakan keras pada para demonstran.
“Kami bertanya-tanya mengenai reaksi pihak berwenang Amerika mengenai sebutan demokrasi yang damai, selama butiran Molotov yang dilempar tempat yang dirusak dan dibakar,” ujar Saida Chtioui, Sekretaris Mentri Luar Negeri Tunisia. [ajz/cam/hidayatullah.com]