Hidayatullah.com–Seorang warga Amerika Serikat yang menembak mati dua pria di Lahore, sehingga menimbulkan krisis diplomatik antara Pakistan dan AS, ternyata adalah seorang agen mata-mata CIA yang sedang menjalankan tugas.
Identitas siapa sebenarnya Raymond Davis dipertanyakan banyak pihak, sejak dia menembakkan peluru dari pistol Glock ke arah dua pria yang berhenti di depan kendaraannya di sebuah lampu merah pada 25 Januari lalu.
Pihak berwenang Pakistan mendakwanya dengan tuduhan pembunuhan, namun pemerintah Obama bersikeras mengatakan bahwa Davis adalah “pejabat administrasi dan teknis” yang ditempatkan di Konsulat AS sehingga memiliki kekebalan diplomatik.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan di AS dan Lahore, Guardian bisa memastikan bahwa pria Amerika berusia 36 tahun itu merupakan seorang mantan tentara pasukan khusus yang diperkerjakan agen intelijen AS, CIA.
“Tidak diragukan lagi, ” ujar seorang pejabat intelijen Pakistan, sebagaimana dilansir Guardian Senin (21/2).
Terungkapnya identitas Davies yang sebenarnya mungkin akan mempersulit upaya Amerika untuk membebaskan warganya itu, yang bersikukuh mengatakan bahwa dia hanya berusaha membela diri melawan dua orang tersangka perampok yang membawa senjata.
Jaksa penuntut Pakistan menuding tindakan Davis sangat berlebihan, karena dia menembakkan 10 peluru dan bahkan keluar dari mobilnya untuk menembak dua kali ke arah punggung seorang korban yang berusaha menyelamatkan diri. Korban itu ditemukan tergeletak 30 kaki dari sepeda motornya.
“Sangat jauh dari apa yang kita definisikan sebagai pembelaan diri. Tindakan itu tidak sepadan dengan ancaman,” kata seorang pejabat polisi senior yang turut menangani kasus tersebut kepada Guardian.
Pemerintah Pakistan sebenarnya tahu status Davis sebagai agen CIA, tapi tetap diam menghadapi tekanan kuat AS yang menuntut untuk membebaskan pria itu berdasarkan Konvensi Wina.
Pekan lalu Presiden Barrack Obama menggambarkan Davis sebagai “diplomat kami” dan mengirim kepala diplomatik pemecah masalahnya, Senator John Kerry, ke Islamabad. Tapi Kerry pulang dengan tangan hampa.
Banyak orang Pakistan marah melihat aksi Amerika Serikat mengobrak-abrik kota terbesar kedua di negara mereka itu. Para analis memperingatkan akan terjadi protes seperti di Mesir jika Davis dibebaskan. Pemerintah yang takut akan mendapat serangan balasan, mengatakan bahwa mereka perlu menunggu hinga 14 Maret untuk memutuskan apakah Davis akan menikmati kekebalan diplomatik.
Orang ketiga yang merupakan korban dalam peristiwa tersebut ditabrak oleh sebuah kendaraan milik Amerika yang melaju untuk membantu Davis. Para pejabat Pakistan yakin, penumpang kendaraan itu adalah anggota CIA, karena datang dari rumah tempat tinggal Davis dan membawa senjata.
Pihak AS menolak permintaan Pakistan untuk menginterogasi kedua pengendara mobil tersebut.
Pada hari Ahad (20/2) seorang pejabat senior intelijen Pakistan mengatakan, kedua pria itu telah meningkalkan Pakistan. “Mereka sudah terbang pulang ke kandang, mereka sudah berada di Amerika,” katanya.
ABC News melaporkan, kedua laki-laki warga AS itu memiliki visa diplomatik seperti Davis. Tidak biasanya bagi para agen intelijen AS–seperti halnya mata-mata lain dari seluruh dunia–untuk membawa paspor diplomatik.
Pihak AS menuding Pakistan menahan Davis secara ilegal dan melanggar hukum internasional. Para politisi Washington yang marah, mengancam akan memangkas bantuan tahunan untuk Islamabad senilai 1,5 milyar dolar.
Davis pernah bertugas di pasukan khusus militer AS selama 10 tahun sebelum berhenti pada tahun 2003 dan menjadi kontraktor jasa keamanan. Seorang pejabat senior Pakistan yakin Davis pernah bekerja untuk Xe, atau yang dulu dikenal sebagai Blackwater.
Kecurigaan pihak berwenang Pakistan atas peran Davis bukan tanpa alasan. Mereka menemukan beraneka macam perlengkapan di dalam mobilnya, antara lain sebuah pistol tanpa izin, radio komunikasi jarak jauh, GPS, senter infra merah dan kamera yang berisi foto gedung-gedung di Lahore.
“Ini bukan pekerjaan diplomat. Dia sedang melakukan aksi mata-mata dan pengintaian,” kata Menteri Hukum Punjab, Rana Sanaullah. Dia juga mengatakan bahwa dirinya telah mendapat “konfirmasi” bahwa Davis adalah pegawai CIA.
Guardian melaporkan (21/2), sejumlah media AS sudah mengetahui peran Davis di CIA, namun merahasiakannya atas permintaan pemerintah Obama. Stasun televisi 9NEWS di Colorado mewawancarai istri Davis. Dan wanita itu menjawab pertanyaan penanya dengan menyebut sejumlah referensi yang ternyata adalah CIA. Stasiun televisi itu lalu menghilangkan referensi CIA dalam laporan di situs internetnya atas permintaan pemerintah AS.
Sejumlah laporan yang mengutip para pejabat intelijen Pakistan menyebutkan, bahwa orang yang dibunuh Davis, yaitu Faizan Haider (21) dan Muhammad Faheem (19) adalah anggota agen mata-mata Pakistan, ISI (Inter-Services Intelligence), yang diperintahkan untuk memantau gerak-gerik Davis karena telah melanggar “garis merah”.
Seorang pejabat senior ISI menyangkal bahwa kedua orang Pakistan yang tewas itu anggota mereka. Namun dia mengakui bahwa hubungan ISI dengan CIA buruk. “Kami adalah negara berdaulat, dan jika mereka ingin bekerjasama dengan kami, maka mereka harus membangun sebuah hubungan saling percaya berdasar pada persamaan. Bukan dengan bersikap arogan dan menuntut,” katanya sebagaimana dikutip Guardian.
Ketegangan antara kedua badan intelijen memang sedang memanas. Pada bulan Desember lalu, kepala CIA di Islamabad dipaksa angkat kaki. ISI marah karena pemimpinnya, Jenderal Shuja Pasha dimasukkan sebagai terdakwa di New York terkait peristiwa Mumbai 2008.
Saat ini Raymond Davis mendekam di penjara Kot Lakhpat di kota Lahore. Pihak Pakistan mengatakan mereka memberlakukan pengamanan ekstra pada Davis untuk menjaga keselamatannya, termasuk menerjunkan pasukan paramiliter Punjab Rangers. Menurut Sanaullah, Davis berada di “zona pengamanan tingkat tinggi” dan mendapatkan kiriman makanan dari para pengunjungnya yang berasal dari Konsulat Amerika Serikat.*
foto: ITN Live