Hidayatullah.com–Tokoh partai oposisi Islam Tunisia yang juga pemimpin Partai Ennahda, Rachid Ghannouchi dan pemimpin Hamas Khalid Misy’al akan menghadiri pemakaman tokoh politik Islam Turki Necmettin Erbakan pada hari Selasa (1/3). Demikian disampaikan oleh mantan pembantu Erbakan.
“Khalid Misy’al akan datang ke Istanbul untuk mengikuti upacara pemakaman bersama para tokoh lain dari dunia Muslim,” kata Mustafa Kamalak kepada para wartawan, Senin (28/2).
“Tokoh senior dari Tunisia, Maroko, Mesir juga akan menghadiri upacara pemakaman. Perwakilan dari Ikhwanul Muslimin Mesir dan banyak tokoh dari dunia Islam akan bergabung dalam pemakaman.”
Erbakan, bapak pendiri pergerakan Islam di Turki dan tokoh Islam pertama yang menjadi perdana menteri, meninggal pada hari Ahad (27/2) dalam usia 84 tahun.
Presiden Abdullah dan PM Recep Tayyip Erdogan yang sedang melakukan kunjungan ke Jerman menyingkat perjalanannya, untuk bisa menghadiri pemakaman mentor mereka.
Erbakan menjadi tokoh Islam pertama yang menjabat perdana menteri pada tahun 1996 dan membentuk koalisi dengan kelompok kanan-tengah, setelah Partai Kesejahteraan menang 21% dalam pemilu dan menjadi kelompok mayoritas di parlemen.
Namun kekuatan militer yang mendukung kelompok sekuler Turki memaksa Erbakan untuk meletakkan jabatan pada tahun 1997.
Tahun berikutnya, pengadilan konstitusi menetapkan Partai Kesejahteraan sebagai partai terlarang dan melarang Erbakan berkecimpung dalam politik selama lima tahun.
Pemakaman Erbakan akan dilakukan pada hari Selasa. Jenazah tokoh yang dikenal sebagai Muslim yang taat itu akan dishalati di Masjid Fatih, Istanbul.
Keluarganya mengatakan, Erbakan tidak menginginkan “upacara pemakaman resmi” dalam wasiatnya.
Erbakan meninggal menjelang peringatan “kudeta post-modern“.
Tanggal 28 Februari dikenal Turki sebagai intervensi keempat pihak militer ke dalam politik, setelah sebelumnya dilakukan pada tahun 1960, 1971 dan 1980, yang juga disebut “kudeta post-modern“. Akibat kudeta tersebut, hak-hak dasar dan kemerdekaan rakyat banyak yang ditindas, demikian pula demokrasi dan supremasi hukum.
Setelah kudeta, kebebasan beribadah umat beragama ditindas, tidak secara resmi melainkan dalam praktek kehidupan sehari hari. Salah satu contoh yang nyata adalah larangan mengenakan kerudung. Militer menekan siapa saja yang berhubungan dengan kelompok-kelompok agama, sebuah tradisi yang hingga sekarang masih bisa dilihat jelas di Turki. Kudeta itu juga menyebabkan sejumlah koran ditutup.*