Hidayatullah.com–Hanya 17% orang Amerika yang melihat Presiden Barack Obama sebagai seorang pemimpim militer yang kuat dan menentukan. Demikian hasil jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos, tidak lama setelah Amerika Serikat dan sekutunya mulai membombardir Libya.
Hampir separuh responden menilai Obama sebagai pemimpin yang hati-hati dan sering meminta nasihat atau masukan.
Sementara jumlah rakyat yang menilai Obama sebagai sosok pemimpin yang tidak bisa membuat keputusan tegas dalam urusan-urusan militer, mencapai lebih dari sepertiga.
Tahun 2009 Obama dikritik secara luas, karena melakukan konsultasi berbulan-bulan lamanya dengan para pembantu senior dan komandan militernya, mengenai penambahan jumlah pasukan AS di Afghanistan.
Kritikus menilainya sebagai bentuk kegentaran Obama. Tapi presiden kulit hitam pertama AS itu berdalih, keputusan semacam itu harus diambil secara hati-hati. Dia pun akhirnya mengirim 30.000 anggota militer untuk menambah jumlah pasukan AS di Afghanistan.
Obama menghadapi ketidakpuasan dari kelompok oposisi, Partai Republik, dan partainya sendiri, Demokrat, terkait tujuan invasi militer pimpinan Amerika Serikat ke Libya dan ketidakjelasan strategi keluar pasukan AS dalam misi itu.
Jika invasi militer di Libya menjadi kebijakan luar negeri yang berantakan, ditambah dengan persepsi bahwa Obama merupakan seorang pemimpin militer yang lemah, maka hal itu bisa menyulitkannya dalam pemilu presiden 2012.
Setuju Invasi Libya
Jajak pendapat itu juga menunjukkan bahwa 60% warga Amerika mendukung AS dan sekutunya membombardir Libya dalam rangka penerapan zona larangan terbang untuk melindungi warga sipil dari pasukan pendukung Muammar Qadhafi.
Sebanyak 79% responden mengatakan, AS dan sekutunya harus mencoba untuk menyingkirkan Qadhafi. Namun, hanya 7% saja yang mendukung pengiriman pasukan darat ke Libya.
Dari 60% pendukung invasi ke Libya, 20% di antaranya sangat mendukung, sedang 40% lain agak mendukung.
Penentang invasi AS ke Libya tidak terlalu banyak. Hanya 25% yang agak menentang dan 14% menyatakaan sangat menentang.
Berdasarkan hasil jajak pendapat, warga AS memandang Obama sebagai pemimpin yang berbeda dengan pendahulunya, George W. Bush, yang melancarkan perang di Iraq dan Afghanistan bersama sekutu namun menurut pandangan umum dilihat sebagai pemimpin yang semaunya sendiri.
Menurut 48% responden, gaya kepemimpinan Obama sebagai panglima tertinggi adalah kepemimpinan yang “hati-hati dan konsultatif”, Sementara 17% responden menilai Obama menunjukkan kepemimpinan yang “kuat dan tegas”.
Tapi menurut 36% reponden, dalam urusan militer kepemimpinan Obama menunjukkan sikap “ragu-ragu dan gentar”.
Jajak pendapat dilakukan pada 22 Maret dengan menanyai 975 orang dewasa dari seluruh AS.
Dalam kritik yang ditujukan kepada Obama hari Rabu (23/3), anggota Partai Republik ternama yang juga jurubicara Kongres, John Boehner, mengatakan bahwa Obama mencari masalah dengan melibatkan pasukan AS ke dalam perang yang tidak jelas di Libya, tanpa tahu peran apa yang dimainkan AS di sana.
Sebagaimana dilansir Reuters (24/3), Direktur Humas Ipsos Julia Clark menyatakan keterkejutannya akan dukungan yang cukup besar dari warga AS atas invasi militer ke Libya, dan keinginan agar Qadhafi digulingkan. Mengingat AS secara bertahap sedang mengurangi keterlibatannya di Iraq dan masih menugaskan pasukan dalam jumlah besar ke Afghanistan.
Meskipun terkejut, tapi Clark mengingatkan bahwa hanya sedikit yang mendukung pengiriman pasukan darat ke Libya.
“Semua orang berpikir bahwa Qadhafi harus keluar, tapi tidak ada toleransi sama sekali untuk ide pengiriman pasukan darat,” kata Clark, seraya menambahkan bahwa Amerika Serikat sudah lelah dengan perang di Iraq dan Afghanistan.*
Keterangan foto: Sebuah momen Obama dan John McCain (Republik), saat bersaing memperebutkan kursi presiden AS, diambil oleh fotografer Reuters Jim Bourg pada 19 September 2008.