Hidayatullah.com–Rakyat Amerika Serikat bersorak-sorai demi mendengar pengumuman Presiden Barack Obama bahwa Usamah bin Ladin yang mereka tuding sebagai otak dibalik serangan 9/11 telah tewas di tangan pasukan khusus mereka.
Namun pemandangan serupa tidak tampak seronok di dataran Eropa, yang pemerintahnya juga menganggap Bin Ladin sebagai musuh mereka.
Geram melihat sejawatnya lebih banyak diam daripada ikut berpesta bersama mereka merayakan kematian Bin Ladin, para blogger Amerika Serikat menjuluki orang Eropa sebagai ‘cheese-eating surrender-monkeys’, monyet pemakan keju yang menyerah.
Di Metro online orang Eropa bahkan mendapat umpatan berupa sebutan ‘arogan, sombong, tidak punya pikiran dan tidak tahu berterimakasih’.
Pada saat terjadi serangan atas gedung World Trade Center di New York 9 September 2001 dan Amerika Serikat menetapkan Bin Ladin beserta Al-Qaidah sebagai pihak yang bertanggungjawab, masyarakat Eropa ramai-ramai mengecam serangan itu.
Media Prancis bahkan ada yang menurunkan tulisan di halaman muka dengan judul ‘We are all Americans now’, sekarang kita semua orang Amerika, untuk menunjukkan solidaritasnya.
Bahkan negara-negara Eropa kemudian terkena gejala islamofobia yang ditularkan Amerika Serikat pasca-9/11. Mereka berbondong-bondong membasmi simbol-simbol yang berhubungan dengan Islam, mulai dari makanan halal sampai masalah burqa dan menara masjid. Semua yang berbau Islam dan Arab dikaitkan dengan ektrimisme dan terorisme.
Sekarang, saat Presiden Amerika Barack Obama telah mengumumkan bahwa Usamah bin Ladin — musuh bersama mereka — telah mati, publik Eropa cenderung diam.
Media massa Eropa memang menjadikannya kepala berita dalam beberapa hari ini. Namun bukannya bersorak, nuansanya justru lebih banyak yang mempertanyakan operasi militer pembunuhan Bin Ladin. Masyarakat dan media Eropa cenderung mengkritisi apa yang sebenarnya terjadi dalam peristiwa itu.
Spiegel misalnya, banyak menurunkan laporan dan tulisan analisis yang mempertanyakan legalitas pembunuhan Bin Ladin, apakah benar Bin Ladin yang dibunuh, bagaimana sebenarnya kronologis pembunuhan Bin Ladin, apa urusan AS di Pakistan dan seterusnya.
Kanselir Jerman Angela Merkel bahkan menuai kritik atas komentarnya yang menyatakan, “Saya senang pembunuhan Bin Ladin berhasil.”
Menurut Hall Gardner, profesor politik internasional di Universitas Amerika di Paris, sebagaimana dilansir Daily Mail (05/5), kunci perbedaannya bukan pada sama-sama merasa antipati kepada Bin Ladin, melainkan seperti apa perbedaan masa depan nantinya jika dilihat dari Times Square (AS) atau Champs-Elysees (Prancis-Eropa).
“Prancis tidak yakin bahwa kematian Bin ladin akan … mengarah pada akhir dari perang global melawan terorisme,” kata Gardner.
Warga Amerika yang bekerja di Roma sebagai jurnalis lepas Bernhard Warner menceritakan perbedaan reaksi orang Amerika dengan orang Eropa atas kematian Bin Ladin.
“Saya punya keluarga dan teman di kampung halaman yang dipenuhi euforia (kegembiraan). Dan saya punya keluarga dan teman di eropa yang tidak mengerti euforia itu,”
“Bagi orang Eropa itu sangat ganjil … ada semacam perasaan terjekut,” cerita Warner.
Warga Amerika lainnya Daniel Leraul yang bekerja di Spanyol untuk sebuah organisasi non-pemerintah mengatakan, “Teman-teman Eropa saya … sangat sinis soal itu. Mereka tidak setuju dengan pernyataan Obama bahwa keadilan telah ditegakkan.” *