Hidayatullah.com–Dewan Gabungan AS-Indonesia bidang Pendidikan Tinggi makin intensif berupaya membangkitkan minat orang Indonesia untuk belajar di Amerika dengan menyediakan beberapa kemudahan, termasuk program kredit pelajar.
Jumlah mahasiswa Tiongkok dan India di AS terus meningkat, sebaliknya jumlah mahasiswa Indonesia terus menurun pasca krisis moneter tahun 1998.
Direktur Eksekutif Dewan Gabungan Amerika-Indonesia bidang Pendidikan Tinggi, David Green, beberapa hari lalu mengatakan tantangan yang masih dihadapi orang-orang Indonesia yang ingin belajar di Amerika adalah biaya pendidikan tinggi yang mahal.
Melalui dewan gabungan bidang kemitraan pendidikan tinggi AS-Indonesia, kedua pihak, kata David Green, menjajaki berbagai cara untuk mengurangi hambatan-hambatan biaya tersebut, di antaranya melalui program beasiswa untuk pelajar-pelajar Indonesia yang berkualitas.
Terobosan terbaru yang sedang dibuat adalah program kredit pelajar, federal student loan, yang akan dapat diakses oleh pelajar asal Indonesia.
Green mengatakan, “Dalam kurun 5 tahun, kami akan menyediakan program kredit pelajar independen. Ada ketertarikan dari organisasi-organisasi, terutama bank. Kami sedang menjajaki. Di Indonesia, akan ada program kredit pelajar melalui Sampoerna Foundation, program Access America, yang akan diumumkan dalam beberapa pekan mendatang.”
Menurut Green, tantangan lain yang dihadapi pelajar-pelajar Indonesia adalah memperoleh visa yang sulit pasca serangan terorisme 9/11, persyaratan pendidikan Amerika yang kompetitif, dan kurangnya komunikasi mengenai profil institusi dan beasiswa yang diberikan pihak universitas.
Hambatan-hambatan tersebut telah menyebabkan penurunan jumlah pelajar asal Indonesia yang kuliah di Amerika, dari sebelumnya sekitar 14.000 orang pada 10 tahun lalu menjadi kurang dari 7.000 orang. Selain program beasiswa dan inisiatif kredit pelajar, dewan bidang pendidikan kedua negara juga mendorong partisipasi swasta untuk investasi di bidang pendidikan tinggi melalui program Corporate Social Responsibility, atau CSR.
Sementara itu, Konselor bidang Penerangan KBRI di Washington DC, Heru Hartanto Subolo, mengungkapkan pemerintah Indonesia telah memberikan beasiswa untuk mendorong mahasiswa Indonesia kuliah di kampus-kampus Amerika. Dari tahun 2008 hingga 2010, pemerintah telah menghabiskan 6 juta dolar AS untuk beasiswa belajar di Amerika. Jumlah ini, tegasnya, akan ditingkatkan.
Menurut dia, pengalaman belajar di luar negeri, termasuk di Amerika, berkontribusi dalam mempersiapkan generasi muda Indonesia menghadapi era globalisasi.
“Globalisasi adalah proses yang tidak bisa dihindari, jadi kita harus siap untuk menciptakan generasi masa depan. Pendidikan harus menjadikan Indonesia sebagai global citizen yang produktif. Kami optimistis, dengan kemitraan komprehensif dengan Amerika yang dibentuk tahun 2010 di mana pendidikan menjadi salah satu prioritasnya, ini penting untuk mencapai tujuan tersebut,” ujar Heru.
Kemitraan komprehensif Indonesia-Amerika ini telah diluncurkan secara resmi oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Amerika Barack Obama bulan November tahun lalu.
Nah, seharusnya lembaga pendidikan Islam lebih mempermudah pelajar Muslim bermutu memperoleh biasiswa. *