Hidayatullah.com–“Kalau Wilders seorang intelektual, Qadhafi juga.” Ucapan itu disampaikan Frits Bolkestein, seorang sepuh VVD, partai beraliran liberal konservatif, yang dijadikan judul berita koran de Volkskrant
Wilder yang dimaksud tak lain adalah politikus Belanda yang dikenal anti Islam, Geert Wilders. Sebelum mendirikan PVV, Partij voor Vrijheid atau Partai untuk Kebebasan, Wilders dulu anggota VVD. Dan atas nama VVD-lah ia menjadi anggota parlemen Belanda, de Tweede Kamer.
Wawancara dengan Bolkestein di de Volksrant itu diselenggarakan dalam rangka ceramah tokoh VVD ini di Amsterdam Selasa (06/09). Tema ceramahnya adalah para politisi intelektual Belanda dalam sejarah dulu dan sekarang. Maka wawancara pun menyinggung soal ini, selain masalah masyarakat multikultural Belanda.
Ucapan-ucapan Bolkestein itu mengawali kritik blak-blakan terhadap Muslim dan Islam. Sebenarnya Geert Wilders diilhami oleh Bolkestein. Tapi Bolkestein justru melihat Wilders sudah melenceng dari pemikirannya. Memang Wilders kadang terlalu kasar mengritik Islam, sehingga ada kesan vulgar.
Ditanya apakah Geert Wilders bisa digolongkan politisi intelektual, Bolkestein menjawab, Wilders setidaknya tertarik dengan gagasan dan komunikasi abstrak. Tapi ia menambahkan, kalau Wilders bisa dianggap intelektual, maka Qadhafi juga seorang intelektual. Bukankah Qadhafi berhasil menyusun “Buku Hijau” yang berisi gagasan-gagasan, tapi semuanya omong kosong.” Demikian Bolkestein dalam wawancara di de Volkskrant.
Sejak kedatangan migran non-Barat dan terutama Muslim, sekitar 40 puluh tahun lalu, Belanda mulai disebut negara multibudaya. Sejak itu Belanda tidak lagi menjadi negara yang belandas pada budaya Kristen dan Yahudi. Tapi sekitar tiga puluh tahun kemudian, diskusi mengenai integrasi migran non Barat terutama Muslim, mulai berlangsung sengit.
Menurut Bolkestein yang merupakan mantan komisari Eropa itu, seorang migran tidak otomatis bermanfaat bagi Belanda. Ia juga menentang paham relativisme budaya seperti yang digandrungi kelompok kiri.*