Hidayatullah.com–Menurut sejumlah laporan media, beberapa tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara Israel, sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran dengan Gilad Shalit, akan ditampung oleh Turki dan beberapa negara lainnya. Demikian tulis Todays Zaman (13/10/2011).
Pemerintah Zionis pada hari Selasa (11/10/2011) mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah menandatangani kesepakatan pembebasan seorang tentara Israel yang ditahan Hamas. Hamas akan membebaskan Gilad Shalit untuk ditukar dengan 1.000 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Pemimpin Hamas Khalid Misy’al mengatakan, Israel akan membebaskan 1.027 tahanan dalam dua tahap. Dalam satu pekan, 450 orang akan ditukar dengan Shalit dan sisanya akan dibebaskan dua bulan kemudian. Namun, menurut sejumlah media, tidak ada satupun di antara para tahanan itu yang boleh masuk ke wilayah Tepi Barat.
Menurut kesepakatan Hamas dan Israel, hanya 110 tahan yang boleh dikembalikan ke Tepi Barat. Hanya 203 yang akan dibebaskan di Gaza. Sisanya akan dikirim ke Turki dan Eropa, begitu menurut laporan Guardian.
Menurut harian Turki, Radikal, sekitar 40 orang yang tidak boleh kembali ke Tepi Barat akan dikirim ke Turki dan beberapa negara lain. Sedangkan Huriyet melaporkan, Israel tidak memperbolehkan para tahanan itu dikirim ke Suriah, Libanon atau Mesir.
Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu, Rabu (12/10/2011), menyambut kesepakatan pertukaran tahanan itu, dan menyinggung sedikit tentang peran Turki di dalamnya. namun, ia menolak menjelaskan lebih lanjut tentang pembebasan sejumlah tahanan ke Turki.
Menurut Davutoglu, hal itu akan diatur seiring dengan tahapan-tahapan pembebasan tahanan.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya diberitahu Hamas tentang kesepakatan tersebut.
Sementara itu Presiden Israel Shimon Peres mengatakan, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan terlibat dalam mewujudkan kesepakatan tersebut. Peres mengaku “terkejut dan bahagia” atas bantuan Turki dalam pembebasan Gilad Shalit.
“Saya diberitahu bahwa itu dilakukan oleh Perdana Menteri Recep Tayyp Erdogan,” kata Peres. “Mereka mengesampingkan semuanya dan mengutamakan kemanusiaan atas politik,” kata Peres.
Namun sayangnya, Israel menunjukkan hal yang sangat berbeda terhadap Turki, dalam masalah insiden berdarah Mavi Marmara.*