Hidayatullah.com–World Intellectual Property Organization mengungkapkan bahwa sekitar 50% obat palsu diperdagangkan melalui internet dengan sasaran negara berkembang.
Omar Katbi, Head Outreach Service Section WIPO, mengingatkan kepada konsumen supaya berhati-hati membeli obat melalui online, mengingat banyaknya penjualan obat palsu melalui website. “WIPO hanya bisa mengingatkan konsumen akan dampak buruk mengkonsumsi obat palsu, tapi tidak punya otoritas untuk melarangnya,” kata Katbi pada acara lokakarya Regional Workshop on the Dangers of Counterfeit Goods to public Health, Selasa (15/10/2011), diberitakan Bisnis.
Acara lokakarya tersebut diselenggarakan oleh World Intellectual Property Organization bekerja sama dengagn Intellectual Poperty Office of The Philippines dan Pemerintah Amerika Serikat di Manila.
Menurut dia, peredaran obat palsu kini semakin marak, sehingga berbahaya bagi konsumen. “Konsumen membeli obat palsu karena ketidaktahuan mereka. Mereka hanya ingin membeli obat, tapi kenyataan mendapat obat palsu. Ini berbahaya bagi keselamatan jiwa manusia,” ujarnya.
Katbi mengutip statistik Organisasi Kesehatan Dunia bahwa dari seluruh peredaran obat di dunia, sekitar 10% di antaranya adalah obat palsu. “Dari obat palsu itu, sekitar 25%-30% di antaranya beredar di pasar negara berkembang,”katanya.
Dia mengakui tidak mudah untuk memberantas peredaran obat palsu itu karena hal itu sudah merupakan satu kegiatan bisnis. “Yang bisa dilakukan adalah dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat itu sendiri, serta memberi informasi apa dampak buruk bila mengkonsumsi obat palsu,” katanya.
Untuk meningkat kesadaran masyarakat, jelasnya, perlu dilakukan kampanye oleh pemerintah dengan sasaran yang sudah ditentukan. “Sasaran kampanye dampak penggunaan obat palsu itu mulai dari anak muda, orang dewasa. Beri kesadaran kepada mereka bahwa membeli obat palsu adalah berbahaya bagi keselamatan jiwa,” tambahnya.
Banyak cara kampanye yang bisa dilakukan antara lain, katanya, seperti publikasi melalui media internet, surat kabar maupun penerbitan dalam bentuk buku. “Cara seperti ini cukup efektif untuk sampai kepada sasaran,” katanya.
Sementara itu Rohazar Wati Zuallcobley, salah seorang pembicara di sela-sela lokakarya itu mengemukakan bahwa peredaran obat palsu cukup marak. “Di Malaysia sekitar 5% dari obat yang beredar di palsu adalah palsu,” katanya.
Sementara di Indonesia BPOM berhasil menyita obat-obat ilegal yang dijual di 30 situs website.
“Dari operasi Pangea 4 diidentifikasi sebanyak 30 website yang mempromosikan obat ilegal termasuk palsu,” ujar Kepala BPOM Kustantiah, belum lama ini.
Ia menguraikan, obat yang disita oleh pihak kepolisian tersebut berasal dari 57 jenis obat. 26 di antaranya merupakan obat disfungsi ereksi, 10 jenis obat perangsang wanita, 7 jenis obat anastesi lokal, 12 jenis obat tradisional ilegal, 2 jenis suplemen makanan ilegal.*