Hidayatullah.com–Pasukan brsenjata yang membantu menggulingkan rezim Muammar Qadhafi dari kekuasaan turun ke jalan-jalan di kota Benghazi pada hari Kamis, guna menagih upah mereka.
Dilansir oleh Arab News Jum’at (04/11/2011), pasukan pemberontak Libya mengatakan bahwa mereka tidak dibayar sejak revolusi dimuali pada bulan Februari lalu. Mereka juga mengklaim, sepuluh temannya yang dirawat di rumah sakit daerah di Jalla tidak mendapatkan perawatan yang layak.
Salah satu kelompok pengunjuk rasa terdiri dari sekitar 150 orang, menutup jalan masuk ke Hotel Uzu di Benghazi, tempat menginap para wartawan asing. Saat itu adalah kali kedua mereka berunjuk rasa di tempat dan pada hari yang sama.
“Rezim Qadhafi setidaknya membayar tentaranya,” kata salah seorang pengunjuk rasa anggota Brigade Tahrir di kota tersebut, membandingkan nasibnya dengan pasukan Qadhafi yang mereka gulingkan.
“Karena kami sukrelawan, maka kami tidak mendapat apa-apa,” imbuhnya. Dia mengaku tidak dibayar sejak revolusi dimulai 17 Februari lalu.
“Majlis (Dewan Transisi Nasional) hanya mengganti bendera dan lagu kebangsaan. Cuma itu,” umpat seorang tentara pemberontak yang kelihatan lebih marah dari temannya terdahulu.
“Kami menginginkan hak kami,” teriak pria itu.
Seorang lainnya mengatakan, bahwa teman-temannya telah melakukan protes bersama dengan komandan mereka, tapi komandannya “kabur”.
Pihak keamanan hotel, yang juga anggota dari pasukan pemberontak, mencoba menenangkan para pengunjuk rasa.
“Saya bersama kalian,” kata kepala keamanan Hotel Uzu. “Tapi, akhiri (demonsrasi) ini.” Permohonannya diterima para pengunjuk rasa, yang kemudian membuka jalan dan pergi ke tempat lain.
Unjuk rasa tentara pemberontak yang menuntut bayaran semakin marak mendekati Hari Raya Idul Adha. Hotel mewah Tibesti, tempat para perwakilan dan diplomat asing tinggal dan berkantor juga jadi lokasi unjuk rasa. Keluhannya sama, mereka belum mendapat uang bayaran.
“Tidak ada orang yang memperhatikan kami,” keluh seorang pria berusia 25 tahun Abdullah bin Hariz, seorang anggota Brigade Benghazi.
“Idul Adha sudah dekat dan kami tidak punya uang untuk merayakannya,” katanya.
Menyoal pemimpin
Disamping berunjuk rasa menuntut upah, pasukan pemberontak itu juga menyuarakan ketidaksukaan mereka dengan beberapa pemimpin barunya.
“Jibril baik, Ghoga tidak,” kata mereka, merujuk pada bekas pedana menteri sementara pemerintah pemberontak Mahmud Jibril dan jurubicara Dewan Transisi Nasional Abdul Hafiz Ghoga.
“(Katakan) tidak untuk pemimpin buruk,” seru mereka.
Rupanya, Mahmud Jibril yang mengenyam pendidikan di Amerika Serikat itu lebih populer di mata kelompok pemberontak.
Pasukan pemberontak juga memprotes penunjukan Abdul Rahman Al Kib. “Kami tidak tahu apapun tentang Al Kib,” kata beberapa orang.
Seorang wartawan lokal berpendapat, jika Dewan Transisi Nasional tidak bertindak cepat, maka aksi unjuk rasa tentara pemberontak akan semakin membesar.
“Ini akan menjadi lebih besar jika para perajurit ini tidak dibayar. Mereka harus segera diberi janji sebelum Idul Adha,” katanya.*