Hidayatullah.com—Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe, hari Jumat (16/03/2012) menegaskan bahwa resolusi PBB apapun atas Suriah harus tidak sekedar seruan gencatan senjata dan seruan transisi politik.
Dalam wawancara dengan koran Le Monde, lansir Reuters, Juppe menjelaskan ada dua garis merah bagi Prancis. Pertama, penindas dan korban tidak dapat disamakan. Rezim Assad harus menjadi pihak yang memulai penghentian pertempuran. Kedua, Prancis tidak puas hanya dengan resolusi berupa bantuan kemanusiaan dan gencatan senjata. Harus ada penyelesaian politik berdasarkan usulan Liga Arab.
Utusan khusus PBB-Liga Arab Kofi Annan dalam masalah Suriah belum lama ini kembali dari Damaskus tanpa hasil. Bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan pemerintah dan penentang Assad terus berlangsung, demikian pula tindakan keras aparat terhadap rakyat sipil.
“Ini mimpi buruk. Rezim ini menjadi gila. Kami mendukung Kofi Annan melaksanakan misinya, namun kami tidak akan dibodohi oleh manipulasi Suriah,” kata Juppe.
“Mengirimkan senjata akan mendorong Suriah ke dalam perang saudara, dan resiko itu buruk sebab kami melihat adanya determinasi dari berbagai komunitas. Saya sedih melihat hirarki Kristen, Katolik dan Ortodoks terus mendukung Assad,” kata Juppe.
Paling minim, tindakan yang dilakukan sebagaimana rencana Liga Arab adalah mendorong wakil presiden Suriah untuk bernegosiasi dengan Assad dan memulai transisi kekuasaan. Rencana Liga Arab tidak termasuk mendongkel Assad dari kekuasaannya, papar Juppe.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Juppe menegaskan kembali, “untuk saat ini” intervensi militer bukanlah pilihan, terutama karena tidak adanya mandat dari PBB dan Paris menentang rencana mempersenjatai pemberontak.*