Hidayatullah.com–Dalam wawancara pertamanya di televisi setelah pencalonan diri sebagai presiden Mesir, calon presiden dari Ikhwanul Muslimin, Khairat Syathir mengatakan bahwa dirinya mewakili partai dan kelompok untuk menentang distorsi yang berkembang selama masa Mubarak.
Dia juga mengatakan, dirinya tidak akan menjadi pengikut mursyid (pembimbing) Ikhwanul Muslimin, karena menurutnya Mesir bukanlah Iran. Demikian dilansir Al Arabiya.
Syathir juga mengatakan bahwa kelompoknya memiliki visi untuk membangun kebangkitan Mesir atas dasar rujukan Islam, dan Militer tidak akan menangkapi mereka lagi.
Dalam wawancaranya dengan Al Arabiya tersebut, Syathir juga mengatakan, “Iklim politik saat ini dan persengketaan antara Ikhwan dan Militer berbeda dengan apa yang terjadi pada tahun 1954, ketika Militer menuduh Ikhwan melakukan pembunuhan terhadap Presiden Gamal Abdul Nasser.”
Dia juga menambahkan, “Saya tidak berpikir bahwa kalompok itu (red. Ikhwanul Muslimin) akan masuk penjara lagi, karena perbedaan antara tahun 1954 dan sekarang, dan juga karena seluruh rakyat Mesir merupakan pelaku revolusi 25 Januari. Sedangkan revolusi tahun 1952 hanyalah revolusi sekelompok perwira militer saja.”
Menurut Syathir, perbedaan seperti ini tidak banyak dipahami oleh banyak pihak.
Selanjutnya, Syathir menilai bahwa pencalonan beberapa orang dari rezim Mubarak seperti Omar Sulaiman, wakil presiden Mubarak, merupakan penghinaan terhadap revolusi.