Hidayatullah.com—Amir Kuwait Syeikh Sabah Al Ahmad Al Sabah menolak menandatangani rancangan undang-undang yang diloloskan parlemen tentang hukuman mati bagi para penista agama kelas berat, kata sumber parlemen hari Rabu (6/6/201) sebagimana dilaporkan AFP.
Di Kuwait amir (kepala negara) dapat menolak rancangan undang-undang yang telah disetuju parlemen. Namun, parlemen dapat kembali mengajukan RUU tersebut, jika mendapat dukungan sebanyak 2/3 dari 49 anggota parlemen dan 16 menteri di kabinet.
RUU yang diloloskan bulan lalu menyebutkan, Muslim yang menghina Allah, al-Qur`an, semua nabi dan para istri Nabi Muhammad dapat dikenai sanksi hukuman mati atau penjara seumur hidup. Sedangkan bagi pelaku non Muslim, hukumannya tidak kurang dari 10 tahun.
Para tersangka yang mau bertobat di pengadilan bisa terhindar dari hukuman mati, tetapi harus mendekam dalam penjara selama lima tahun dan membayar denda USD36.000 atau salah satunya. Namun, hal itu tidak berlaku bagi penista agama yang menyatakan bertobat, tetapi kemudian mengulangi perbuatannya.
Para wakil rakyat di Kuwait merasa harus mengambil tindakan keras terhadap penista agama, sebab kasus tersebut semakin marak terjadi di Kuwait belakangan ini.
Kasus terakhir yang ramai dibicarakan di media menyangkut Hamad Al Naqi, yang menghina Nabi Muhammad dan istrinya, Aisyah, lewat akun Twitternya. Al Naqi bebeberapa hari lalu divonis hukuman penjara 10 tahun.
Pelaksanaan hukuman mati di Kuwait terakhir kali dilakukan pada Mei 2007.
Negara kecil itu memberikan sanksi hukuman mati kepala pelaku kejahatan perdagangan narkoba dan pembunuhan.*