Hidayatullah.com—Setelah berbulan-bulan mengkampanyekan pembentukan organisasi persatuan petani akar rumput, dan berkoordinasi dengan paa wakil rakyat di parlemen, semuanya menjadi kacau menyusul pembubaran parlemen oleh Mahkamah Konstitusi Mesir baru-baru ini.
“Semua anggota parlemen yang bekerjasama dengan kami lenyap sekarang,” kata jurubicara lembaga swadaya masyarakat pembela hak-hak petani Putra Tanah, Mahmoud Al Mansy.
“Mengumpulkan petani untuk terlibat dalam rencana ini [pembentukan persatuan petani] saja sudah sulit. Ini merupakan langkah mundur, khususnya dalam hal semangat mereka.”
Khalil Reda, petani yang terpilih untuk memimpin persatuan itu mengatakan bahwa “sejauh ini organisasi tidak akan berubah atau terpengaruh. Banyak yang percaya bahwa Dewan Tertinggi Militer memegang semua kekuasaan sekarang, sampai kabinet baru dibentuk; kami kembali ketakutan dan resah.”
Mansy mengkritik dua kandidat presiden, Muhammad Mursy dan Ahmad Shafiq.
“Tidak ada satu pun di antara mereka yang mengatakan tentang pentingnya bidang agrikultur atau petani,” kata Mansy.
“Mursy tidak berkata apa-apa, sementara Shafiq, saat di berkata sesuatu isinya hanya kebohongan tentang penghapusan pajak dan membuat janji-janji mustahil hanya untuk memperoleh suara,” jelas Mansy.
Lebih jauh dia menjelaskan, banyak petani yang tidak ikut pemilihan babak terakhir. Pidato-pidato Shafiq membuat banyak petani yang awalnya memilih dirinya –meskipun ada fakta dia terkait dengan rezim lama, yang banyak merampas hak-hak petani dan merampas tanah rakyat, serta mengerahkan pasukan brutal– menjadi enggan.
Perampasan tanah kerap terjadi dalam pertanian Mesir, sejak dilakukannya perubahan undang-undang awal tahun 1990an, yang memberikan para pemlik tanah sebelum era Nasser hak pengakuan lahan yang tidak dapat digugat, meskipun fakta membuktikan jutaan petani sudah menempati suata lahan selama bepuluh-puluh tahun.
“Tidak tahu apa yang akan terjadi,” kata Mansy menanggapi kemungkinan Muhammad Mursy dari Al Ikhwan akan menang dalam pemilu presiden. Ia menambahkan, saat ini petani tidak memikirkan tentang aspirasi politik, yang penting mereka bisa mendapatkan benih dan bisa menjual hasil panennya ke pasar.
Reda Nassef, seorang petani yang terpaksa pindah ke lahan pertanian milik saudaranya, setelah ladangnya dirampas secara paksa satu tahun lalu, khawatir kekuatan-kekuatan politik masih akan terus menggunakan cara serupa.
“Saya berdoa pada Tuhan semoga perampasan tanah ini segera berhenti,” kata Nassef, yang memilih Shafiq dengan harapan mantan jenderal angkatan udara itu bisa mewujudkan keamanan.
“Lain-lainnya, seperti persatuan petani, benih, parlemen, itu semua urusan nanti. Jika (perampasan tanah) masih berlanjut, kami akan berunjuk rasa lagi,” kata Nassef, sebagaimana dikutip Egypt Independent (20/6/2012).*