Hidayatullah.com—Biasanya, para pejabat kalau mengajak keluarganya ke luar negeri dengan tujuan untuk hiburan atau bersenang-senang. Tapi berbeda dengan yang dilakukan Menteri Luar Negeri (Menlu) mereka mengajak beberapa anggota keluarganya untuk mengamati langsung kondisi etnis Muslim Myanmar, diikuti istri Perdana Menteri Turki.
Sikap simpati dilakukan Ahmet Davutoglu, Menlu Turki pada Hari Rabu (08/08/2012) meninggalkan negaranya guna mengamati langsung situasi di Myanmar dan mengecek kebenaran informasi yang telah ia dapat. Ia mengungkapkan bahwa Turki telah menerima informasi yang saling bertentangan mengenai kekerasan agama yang mematikan di Myanmar.
“Pemerintah di Myanmar mengatakan, yang meninggal sekitar seratus tetapi para pemimpin Muslim di Rakhine saat kita hubungi mengatakan bahwa yang meninggal sudah mencapai ribuan,” kata Davutoglu kepada wartawan di Ankara sebelum keberangkatannya.
Sebelum berangkat, Davutoglu telah membawa obat-obatan dan sumbangan yang dikumpulkan oleh Bulan Sabit Merah Turki untuk menyerahkannya kepada lebih dari sekitar 50.000 Muslim dan 20.000 umat Buddha yang telah mengungsi dari rumah mereka karena konflik.
Istri PM
Sebuah surat kabar setempat melaporkan, untuk meningkatkan kesadaran akan penderitaan Muslim di Myanmar, Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan dan anak perempuannya akan menemani Davutoglu.
Tetapi sumber dari Hurriyet Daily melaporkan, istri Erdogan, Emine Erdogan dan putrinya Sumeyye Erdogan yang menemani Davutoglu ke Myanmar, selain istri Davutoglu, Sare Davutoglu.
Pemerintah Myanmar pada umumnya memungkinkan bantuan kemanusiaan hanya boleh melalui organisasi PBB.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tapi Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan Myanmar sedang mempertimbangkan proposal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Sekretaris Jenderal untuk menilai peristiwa seputar kelompok etnis Muslim Rohingya di Rakhine.
Namun menurut Hurriyet Daily, beberapa negara, termasuk di Amerika Serikat, telah membawa pasokan ke wilayah tersebut, tetapi sebagian besar bantuan itu sedang diadakan di luar negara menunggu izin dari pemerintah Myanmar untuk mengirimkannya, demikian seperti yang dikutip dari alarabiya.net, Kamis (09/09/2012).*