Hidayatullah.com—Parlemen Prancis hari Selasa (23/4/2013) menyetujui undang-undang yang mengakui perkawinan oleh pasangan homoseksual dan membolehkan mereka untuk mengadopsi anak.
Tepukan tangan mayoritas anggota parlemen dari Partai Sosialis membahana begitu pimpinan sidang mengumumkan hasil pemungutan suara atas RUU itu.. Peraturan untuk perkawinan dan adopsi oleh kaum pengidap dan pelaku homoseksual tersebut diloloskan oleh 331 suara setuju, sementara 225 suara anggota parlemen lainnya menolak.
Sebagian warga masyarakat yang menyaksikan pemungutan suara itu dari balkon diusir paksa ketika mereka menyuarakan penentangannya.
RUU tersebut sejak diusulkan oleh kubu partainya Presiden Hollande, Partai Sosialis, menyulut sejumlah bentrokan warga dan demonstran di jalan-jalan kota Prancis antara pendukung homoseksual dengan penentangnya. Banyak orang sekarang menginkan agar masalah itu diputuskan oleh rakyat melalui referendum.
Namun menurut pimpinan fraksi Sosialis di parlemen Bruno Leroux, pengadilan konstitusi tidak akan mengubah keputusan parlemen yang telah menyetujui RUU tersebut.
“Saya yakin sepernuhnya akan rancangan akhir itu. Sekarang terserah pengadilan konstitusi untuk memutuskankan. Saya sendiri tenang saja akan hal tersebut,” kata Leroux kepada Euronews.
Pendapat berbeda dikemukakan politisi konservatif Laurent Wauquiez yang menentang pengkuan hukum atas perkawinan dan adopsi anak oleh kaum pecinta sesama jenis.
“Hanya karena pemerintah mengerahkan seluruh energinya untuk memaksakan keputusan ini, tidak berarti aksi protes akan berhenti,” kata Wauquiez menegaskan bahwa kelompok oposisi akan terus menyuarakan ketidaksetujuannya.
“Ini merupakan masalah tentang peran keluarga dalam masyarakat kita yang sangat mendasar, seperti masalah inseminasi buatan dan orangtua pengganti,” imbuhnya.
Kelompok oposisi sudah meminta agar Pengadilan Konstitusi membatalkan atau merevisi undang-undang baru itu. Keputusannya diharapkan keluar dalam waktu satu bulan ini.
Dengan diloloskannya RUU itu, maka Prancis menjadi negara ke-14 di dunia dan ke-9 di Eropa yang mengakui perkawinan sesama jenis.*