Hidayatullah.com–Satu organisasi Uighur yang berbasis di Jerman menyerukan penyelidikan independen atas kekerasan yang terjadi di wilayah Xinjiang, China. Mereka mengatakan, China telah secara konsisten gagal memberikan bukti yang meyakinkan atas tuduhan terorisme, kecuali merupakan cara untuk membenarkan menggunakan langkah-langkah keamanan yang lebih ketat.
” Kongres Uighur Dunia mendesak masyarakat internasional untuk melakukan tekanan pada China guna agar Beijing menghentikan menerapkan pola yang sama atas informasi hitam, penahanan sewenang-wenang, dan penghilangan paksa setelah setiap kejadian di wilayah ini,” kata pernyataan dari kelompok tersebut, diberitakan The Huffington Post, Kamis (2/5/2013).
Berada berbatasan dengan Asia Tengah, Afghanistan dan Pakistan, kekerasan di Xinjiang terjadi berulang kali antara etnis Muslim Turki, Uighur, dengan pihak otoritas dan pendatang Han. China telah memberlakukan aturan ketat pada kehidupan beragama etnis Uighur, termasuk pembatasan aktivitas anak-anak dan pegawai pemerintah dari masjid, memendekan jenggot bagi para pemuda, dan melarang pemakaian cadar oleh perempuan.
Populasi Uighur Xinjiang asli yang merupakan etnis Muslim Turki secara budaya, agama, dan bahasa berbeda dari China yang mayoritas etnis Han. Banyak Uighur mengklaim, mereka sedang terpinggirkan dan tertindas oleh imigrasi Han dan aturan tangan besi oleh Beijing.
Atas peristiwa yang terjadi pekan lalu yang menewaskan 25 orang, para penyelidik China tidak menemukan hubungan dengan pihak asing. Pernyataan ini agak berbeda dengan pernyataan-pernyataan di masa lalu yang selalu menyebut kekerasan di Xinjiang diatur di luar negeri.
“Penyelidikan atas kekerasan pada 23 April itu, para teroris tidak memiliki hubungan dengan pasukan asing,” kata juru bicara pemerintah Xinjiang, Hou Hanmin, seperti dikutip oleh surat kabar milik negara, Kamis (2/5/2013).
China mengatakan, para penyerang, 25 di antaranya telah terbunuh dan ditangkap, terinspirasi oleh propaganda jihad dan sedang merencanakan serangan besar, sebelum akhirnya terungkap oleh pegawai pemerintah setempat di kota Selibuya, sekitar 3.300 kilometer barat Beijing .
Pernyataan Hou itu memberi gambaran sedang tumbuhnya gerakan teroris yang terinspirasi oleh panggilan perang suci Islam, tetapi tidak terhubung langsung ke atau bertindak di bawah perintah separatis yang berbasis di luar negeri atau kelompok-kelompok pemberontak.
China selama ini selalu mengkaitkan kekerasan Xinjiang dengan gerakan jihad global dan aktivis Uighur di luar negeri. Dalam kerusuhan Juli 2009 di ibukota Urumqi yang menewaskan hampir 200 orang, disebutkan digerakkan oleh Rebiya Kadeer, aktivis kelompok etnis Uighur asli Xinjiang yang berbasis di AS. Kadeer membantah keterkaitan dengan kerusuhan itu, yang paling berdarah di Xinjiang dalam satu dekade.
Dalam kerusuhan minggu lalu, polisi menyebutkam kerusuhan dilakukan oleh kelompok pengajian al-Quran dan pelajaran-pelajaran tentang slogan jihad. Hal ini menjadikan pembenaran untuk aturan ketat pada Islam di Xinjiang.
Sekelompok orang pada saat itu menewaskan 19 polisi dan pekerja masyarakat, setelah bahan pembuatan bom yang dimiliki mereka ditemukan. Mereka kemudian menyerang kantor-kantor pemerintah daerah dan kantor polisi.*