Hidayatullah.com–Umat Islam di Sri Lanka mengatakan mereka khawatir akan terjadinya serangan setelah seorang biksu Buddha terkenal menyerukan kekerasan terhadap pemeluk agama minoritas, menuduh seorang dokter Muslim telah mensterilkan ribuan perempuan Buddha.
Para aktivis, politisi dan umat Islam mengatakan pidato Warakagoda Sri Gnanarathana Theno pekan lalu kemungkinan akan memicu ketegangan komunal, beberapa minggu setelah gerombolan perusuh Buddha menyerang sejumlah rumah dan tempat usaha milik orang Islam.
Penyerangan itu merupakan respon nyata terhadap pemboman mematikan di gereja dan hotel pada Minggu Paskah yang membunuh lebih dari 250 orang dan diklaim oleh kelompok DAESH. Pihak berwenang Sri Lanka menyalahkan dua kelompok Muslim atas serangan itu.
Dengan negara yang belum pulih dari pengeboman dan kerusuhan komunal itu, Gnanarathana melakukan tuduhan tak berdasar bahwa seorang dokter Muslim di distrik Kurunegala telah secara diam-diam mensterilkan 4.000 perempuan Buddha.
“Beberapa anggota perempuan mengatakan [orang-orang seperti dokter] seharusnya dilempari batu sampai mati. Saya tidak mengatakan itu. Tapi itulah yang harus dilakukan,” katanya dalam pidato yang disiarkan di televisi nasional sebagaimana dikutip Al Jazeera, Ahad (23/6).
Biksu tersebut, yang mengepalai Asgiriya Chapter, salah satu cabang Buddha tertua dan terbesar di Sri Lanka, kemudian menyerukan boikot terhadap restoran-restoran milik Muslim, memperkuat rumor-rumor lama dan tidak berdasar bahwa restoran-restoran Muslim melayani pelanggan Buddha mereka dengan makanan yang dibubuhi obat sterilisasi.
“Jangan makan dari toko-toko [Muslim] itu. Mereka yang makan dari toko-toko tersebut tidak akan memiliki anak di masa depan,” dia mengatakan pada pengikutnya di sebuah kuil di distrik Kandi, di mana rumor yang sama telah melepaskan kerusuhan anti-Muslim pada tahun lalu.
Baca: Sri Lanka Umumkan Darurat 10 Hari Pasca Kerusuhan Anti Muslim .
Pada Sabtu, Gnanarathana membela pernyataannya, mengatakan: “Pernyataan yang saya buat hanya sesuai dengan apa yang mayoritas pikirkan.”
Pengikut Buddha membentuk lebih dari 70 persen dari 21 juta populasi Sri Lanka, sementara umat Islam hanya 10 persen.
Para aktivis menyebut komentar itu sebagai hate speech dan meminta Presiden Maithripala Sirisena untuk bertindak, sementara anggota komunitas Muslim mengatakan mereka khawatir komentar-komentar biksu itu dapat memicu kekerasan baru terhadap mereka.
“Dia menyatakan embargo sistematis terhadap bisnis-bisnis Muslim. Ini merupakan cara sistematis untuk memisahkan dan mengasingkan masyarakat Muslim,” kata Shreen Abdul Saroor, seorang aktivis HAM.*/Nashirul Haq AR