Hidayatullah.com—Rumah-rumah sakit di India hari Kamis (28/5/2015) kewalahan menghadapi banyaknya korban yang datang mencari pertolongan akibat gelombang hawa panas, yang telah menewaskan hampir 1.500 hanya dalam waktu sepekan, lapor AFP.
“Kondisi gelombang panas pada 2015 sejauh ini durasinya lebih pendek, meskipun demikian menelan korban jiwa lebih banyak,” kata Arjuna Srindhi, seorang manajer program untuk perubahan iklim di lembaga riset Centre for Science and Environment (CSE).
“Ini bisa jadi disebabkan oleh perubahan suhu udara yang mendadak setelah musim hujan yang panjang pada Februari dan Maret yang menyebabkan suhu udara lebih dingin.”
Rumah-rumah sakit di New Delhi, di mana temperatur udara mencapai 45 derajat Celcius, sibuk menghadapi pasien korban gelombang panas.
“Rumah-rumah sakit dipenuhi oleh korban gelombang panas,” kata Ajay Lekhi, presiden Delhi Medical Association.
“Para pasien mengeluh sakit kepala yang sangat dan pusing. Mereka juga menunjukkan gejala mengigau seperti saat demam tinggi,” kata Lekhi, menjelaskan gelaja umum yang kerap ditemukan pada penderita dehidrasi parah.
Kebutuhan akan listrik melonjak tinggi di Delhi akibat penggunaan pendingin udara yang banyak, sehingga terjadi pemadaman listrik yang justru menambah penderitaan warga di perkotaan.
Antrian panjang pasien terjadi di All India Institute of Medical Sciences, salah satu rumah sakit terbesar milik pemerintah. Para wanita terlihat menenteng air dalam botol-botol plastik dan jus mangga dalam kantong.
Lainnya berusaha menenangkan bayi-bayi yang menangis, kepala-kepala mereka ditutupi sapu tangan untuk menangkal sengatan matahari.
“Semalam tak ada listrik selama hampir lima jam,” kata Seema Sharma seorang ibu rumah tangga berusia 31 tahun kepada AFP di luar rumah sakit saat mengantri guna memeriksakan putranya yang berusia 4 tahun.
“Bisa Anda bayangkan bagaimana keadaan yang kami alami. Dia tidak bisa tidur dan terus menangis. Sekarang dia juga demam,” kata wanita itu.
Laporan yang belum dikonfirmasi menyebutkan dua orang tewas di Delhi, di mana puluhan ribu orang tidur di jalanan dengan sedikit perlindungan dari sengatan panas.
Pihak berwenang setempat memerintahkan agar pendingin udara dipasang di tempat-tempat penampungan tuna wisma, yang kebanyakan terbuat dari seng tanpa jendela.
Banyak gubuk orang-orang miskin itu yang hanya dilengkapi dengan kipas kecil, yang artinya temperatur di dalam gubuk seringkali lebih tinggi dibanding di luar.
“Jika suhu udara naik jadi sulit tidur di dalam gubuk seng,” kata seorang pria pekerja bangunan berusia 54 tahun kepada koran Hindustan Times.
“Tidur di jalanan adalah pilihan yang lebih baik,” imbuhnya.*