Hidayatullah.com–Kremlin mengeluarkan pernyataan hari Senin, (30/11/2015) Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan menemui Recep Tayyip Erdogan pada konferensi perubahan iklim di Paris.
Pekan lalu, Moskow mengatakan bahwa Turki telah mengundang pemimpin Rusia tersebut untuk pembicaraan sampingan meski tidak mengkonfirmasi apakah kedua presiden akan bertemu.
Lebih dari 100 pemimpin dunia berkumpul di Paris untuk pertemuan tersebut, yang dikenal sebagai COP21, dengan harapa mencapai satu perjanjian paling komprehensif tentang perubahan iklim yang terjadi hingga saat ini.
Ketegangan antara Moskow dan Ankara meningkat sejak Turki menembak jatuh pesawat jet tempur Rusia SU-24, mengklaim bahwa mereka telah melanggar wilayah udaranya.
“Jangan pernah memberikan taruhan tinggi dalam sebuah pertemuan internasional, karena ia menyangkut masa depan planet ini, masa depan kehidupan, namun baru saja dua pekan yang lalu di sini, di Paris, sebuah kelompok fanatik menabur kematian di jalanan,” kata Hollande dikutip middleeasteye.net.
Hubungan Turki dan Iran memanas pasca penembakan pesawat tempur Rusia.
Meski Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pernah mengatakan negaranya tidak berniat berperang dengan Turki, Presiden Vladimir Putin mengatakan ada ‘konsekuensi-konsekuensi serius’ setelah kasus penembakan pesawat tempur Rusia di perbatasan Suriah.
Salah satu konsekuensi itu terletak di bidang ekonomi dan perdagangan. Sektor yang dinilai terkena dampak dalam hubungan ekonomi Rusia dan Turki, antara lain pariwisata, energi, dan konstruksi.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Moskow ikut terlibat bersama Iran dan milisi Syiah Hizbullah Libanon membantu pemerintah tangan besi Bashar al Assad sejak akhir September 2015.
Rusia beralasan menyerang IS/ISIS namun fakta di lapangan banyak sasaran serangannya justru menargetkan penentang pemerintah, menyasar kelompok pembebesan serta masyarakat sipil.
Syrian Observatory for Human Rights (Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia) merilis, hampir 600 orang tewas dalam serangan-serangan udara yang dilancarkan Rusia di Suriah selama bulan Oktober. Dua pertiga dari mereka merupakan petempur oposisi.
Kepada AFP, kelompok pemantau HAM Suriah ini menyatakan, Jumat (30/10/2015), total 595 orang telah tewas dalam serangan udara Rusia sejak 30 September lalu. Sepertiga lainnya yakni sekitar 185 orang merupakan warga sipil, termasuk 48 anak-anak.*