Hidayatullah.com—Sebuah studi yang memusatkan perhatian pada peran gender dan status wanita dalam masyarakat Turki mengungkap bahwa mayoritas wanita Turki tidak pernah memiliki pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan.
Pusat Kajian Gender dan Wanita di Universitas Kadir Has di Istanbul merilis hasil temuannya pada 2016 dalam kajian yang diberi judul “Persepsi Publik terhadap Peran Gender dan Status Wanita di Turki”. Dalam hasil kajiannya tersebut terungkap terbatasnya kehadiran wanita dalam dunia kerja di Turki dan sebab umum yang menimbulkan kondisi tersebut, lapor Hurriyet hari Jumat (4/3/2016).
Menurut laporan itu, sekitar 65 persen wanita saat ini tidak bekerja, sementara 70 persen wanita mengaku tidak pernah memiliki pekerjaan. Tidak hanya itu, sedikit di atas 72 persen wanita Turki yang berpartisipasi dalam studi tersebut mengatakan tidak berharap akan mendapatkan perkerjaan di masa mendatang.
Partisipan juga ditanya tentang alasan mengapa mereka tidak bekerja dan apakah mereka ingin bekerja jika keadaannya berbeda. Menjawab pertanyaan itu hampir 48 persen mengaku mereka bisa bekerja jika ayah atau suaminya mengizinkan. Selain itu, 35 persen partisipan wanita menegaskan bahwa seorang wanita seharusnya tidak bekerja kecuali suaminya mengizinkan.
Sementara itu, mayoritas partisipan mendukung adanya wakil dari kalangan wanita di parlemen, dan hampir separuh partisipan dapat menyebutkan angka yang benar jumlah wanita di parlemen nasional Turki saat ini.
Sekitar 62,8 persen partisipan mengatakan jumlah wanita anggota parlemen saat ini, 81, tidak mencukupi. Namun, hampir 28 persen partisipan mengungkapkan persetujuannya dengan ungkapan umum yang mengatakan “politik adalah permainan kaum pria.”
Meskipun kelihatan ketidaksetaraan gender dianut oleh banyak wanita Turki (seperti terlihat dari hasil survei di atas), tetapi 41,5 persen partisipan menuding ketidaksetaraan gender sebagai salah satu masalah terbesar di Turki.
Kekerasan terhadap wanita dianggap sebagai masalah terburuk yang dihadapi kaum hawa menurut hampir 80 persen partisipan, disusul dengan masalah ketidaksetaraan gender, kurangnya pendidikan (34,8 persen) dan pengangguran (30,6 persen).
Dari hasil kajian itu juga terungkap penentangan keras terhadap gaya hidup kumpul kebo, memiliki anak di luar nikah dan LGBT.
Partisipan yang setuju dengan kumpul kebo sebelum menikah mencapai 25 persen dari keseluruhan. Sementara 59 persen mengatakan orang harus menikah dahulu sebelum memiliki anak. Hanya 17 persen partisipan yang mendukung homoseksual dan sepertiga partisipan mengatakan persamaan hak harus diberikan kepada individu pelaku LGBT.*