Hidayatullah.com–Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump tidak seharusnya diperbolehkan melakukan kunjungan resmi ke Inggris menindaklanjuti kebijakan imigrasinya yang “kejam dan memalukan”, demikian kata Wali Kota London, Sadiq Khan kemarin.
Larangan perjalanan sementara Trump pada tujuh negara berpenduduk mayoritas Islam dan pembatalan program penerimaan pengungsi AS menjadi alasan kuat untuk tidak menyajikan ‘karpet merah’ kepada Trump, kata Sadiq kepada saluran berita ITV News.
Dia membuat pernyataan itu sehari sebelum parlemen Inggris membahas petisi yang ditandatangani oleh 2 juta orang, meminta agar kunjungan Trump dibatalkan.
Menurut petisi itu, Trump harus diizinkan memasuki Inggris sebagai kepala pemerintah AS, namun tidak perlu diundang untuk tur negara yang melibatkan pertemuan dengan Ratu Elizabeth II karena “ia akan memalukan baginda”.
Baca: Sadiq Khan Terpilih Jadi Wali Kota Muslim Pertama di London
Pemerintah Inggris yang perlu memperdebatkan mana-mana petisi berisi lebih dari 10.000 tanda tangan telah menolak permintaan tersebut.
Sadiq yang merupakan seorang Muslim sering mengecam Trump berhubung retoriknya tentang Islam dan kaum minoritas lainnya.
“Saya pikir larangan terhadap penduduk dari tujuh negara Islam dan tindakan mengakhiri program pengungsi adalah kejam dan memalukan. Atas faktor ini, kita tidak harus menggelar karpet merah, “katanya.
Tanggal kunjungan pertama Trump ke Inggris sebagai Presiden AS namun masih belum diputuskan.
Sebelumnya, larangan masuk bagi warga tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump telah membuat negara-negara Eropa memberi respon negatif.
Larangan itu menjadi dilema besar bagi negara-negara Eropa, yang di satu sisi terdesak dengan perkembangan pesat jumlah warga Muslim, sementara di sisi lain ada peningkatan sentimen nasionalis dari kelompok yang menentang imigrasi warga Muslim.
Wali Kota London Sadiq Khan bahkan mengatakan, “Pesan saya sebagai wali kota London jelas dan tegas. Saya kira larangan itu kejam dan memalukan, dan perdana menteri kita seharusnya mengutuk hal itu,” ujarnya.*