Hidayatullah.com–Satu keluarga pedagang Muslim Thailand yang anak mereka mengalami cedera dalam satu ledakan di kediaman mereka meminta pemerintah berhenti mencurigai mereka sebagai pembuat bom.
Masalah mulai menimpa keluarga itu pada hari Rabu malam lalu ketika sebuah ledakan terjadi di rumah Asmin Sapae-ing di Desa Ban Bana di daerah Bana.
Empat anggota keluarga dan seorang saudara mereka terluka, termasuk tiga anak-anak berusia antara satu dan delapan tahun. Dua anak-anak tersebut hingga kemarin masih dirawat di bangsal unit perawatan intensif.
Ibu anak itu, Subaidah Hajibueraheng mengatakan kepada Bangkokpost, kejadian terjadi ketika suaminya, Asmin menyiapkan kue donat untuk dijual di pasar loak, sementara dua anaknya, memukul petasan besar di atas lantai dan hancur dalam beberapa potong .Ia menggunakan sapu untuk mengumpulkan potongan ke satu tumpukandan tidak membuang tumpukan segera.
Setelah suaminya naik sepeda motornya untuk mengirim dagangannya ke pasar loak Bana, anak bungsu mereka menemaninya. Ketika ia kembali ke rumah, ia duduk untuk memperbaiki ponsel milik tetangga di dekat tumpukan serpihan petasan. Beberapa menit kemudian terjadilah ledakan dan melukai lima orang dalam ruangan, kata Subaidah.
Subaidah sebelumnya sudah memperingatkan suaminya untuk berhati-hati sedang melakukan isi ulang ponsel di dekat bubuk dari serpihan petasan yang rusak.
Namun, dia mengaku kecewa ketika beberapa pejabat pemerintah negeri itu justru menuduh dirinya dan sang suami mencoba membuat bom. Tuduhan itu dinilai konyol.
“Tapi yang lebih menyedihkan beberapa pejabat pemerintah menyimpulkan bahwa (kami membuat bom) meskipun itu tidak terjadi sama sekali. Jika kami membuat bom, bagaimana mungkin kami bergaul dengan anak-anak dengan resiko yang akan kami tanggung sendiri?,” dikutip laman Bangkokpost.com, Sabtu (11/03/2017).
“Mengapa [mereka] ingin melihat orang-orang sebagai pelaku kejahatan? Dimanakah letaknya keadilan?”
Keponakannya, Hamdi Uma (23), yang mengalami luka serius di dada mengatakan, dua anggota polisi sempat mengunjunginya di rumah sakit dan mencoba memaksanya mengaku telah membuat bom sehingga hukuman ke atasnya dapat dikurangi.
“Saya tidak membuat pengakuan karena tidak membuat bom,” katanya.
“[Para aparat] juga membuat teman saya yang sedang mengunjungi saya di rumah sakit untuk meminta saya mengakui telah merakit bom,” katanya.
“Saya khawatir dan sudah takut apa yang akan terjadi atas keluarga saya dan keluarga paman saya. Saya ingin bertanya [pada aparat] pengawas terkait masalah ini. Silakan melindungi orang miskin seperti kami. Mengapa [mereka] memaksa masyarakat awam sebagai orang yang berdosa?”*