Hidayatullah.com–Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hari Rabu, (04/10/2017) melakukan kunjungan ke Iran guna menggelar pembicaraan penting dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani serta Ayatollah Ali Khamenei terkait referendum di Iraq utara dan kemanan regional lainnya.
Kunjungan Erdogan ke Teheran terjadi saat Ankara terus mencari konsensus regional mengenai bagaimana memblokade upaya Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) yang menginginkan berpisah dari Iraq – sebuah langkah yang dikhawatirkan Turki memiliki efek domino terhadap 15 juta penduduk Kurdi sendiri, tulis Aljazeera.
Menjelang kunjungan Erdogan, Kementerian Luar Negeri Turki mengumumkan, mereka ingin Baghdad mengambil alih kontrol perbatasan antara Turki dan Kurdistan Iraq dari KRG. Hari Ahad, Erdogan mengatakan kepada anggota parlemen di Ankara bahwa dia berharap akan membuat kesepakatan dengan Iran, tentang referendum KRG yang didukung Israel ini.
Baca: Mossad Berperan dalam Referendum Kemerdekaan Kurdi, kata Erdogan
Kunjungan Erdogan ke Teheran telah diagendakan sejak Agustus. Namun agenda semula, awalnya hanya berfokus kerja sama militer untuk melawan DAESH dan pembentukan zona de-eskalasi di Suriah.
Namun kini, agenda bertambah seiring dengan referendum kemerdekaan Kurdi. Kunjungan Erdogan juga membawa agenda soal krisis regional tersebut
Baca: Turki, Rusia dan Iran Adakan Pertemuan sebelum Perundingan Keenam Bahas Suriah
Para annalis Turki dan Iran sepakat bahwa sementara kunjungan Erdogan penting bagi kedua negara. Sinem Koseoglu, analis militer dan keamanan mengatakan, kunjungan Erdogan ke Iran dinilai penting karena Turki mempertimbangkan lebih banyak sanksi terhadap KRG dan ibu kota wilayahnya, Irbil, termasuk penutupan perbatasannya.
Turki bersama Arab Saudi bergabung dengan 34 Negara Islam membuat ‘Aliansi Militer Islam’ bulan Desember 2015, minus Iran dalam kampanye memerangi terorisme.
Di satu sisi, Arab Saudi dan Turki kompak sebagai negara yang menolak keterlibatan Rusia melakukan agresi militer di Suriah, melawan rezim Bashar al-Assad yang menyerang rakyanya sendiri dengan didukung milisi Syiah – Iran dan Rusia.*