Hidayatullah.com—Ekstradisi enam warga Turki dari Kosovo membuat perdana menteri mengambil keputusan untuk memecat menteri dalam negeri dan kepala intelijen. PM Ramush Haradinaj mengatakan “seluruh operasi” tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan dirinya.
PM Kosovo Haradinaj hari Jumat (30/3/2018) memecat pejabat-pejabat tinggi keamanannya, menuding mereka tidak memberitahu perihal penahanan mendadak 6 warga Turki dan deportasi mereka ke Turki hari Kamis (29/3/2018).
“Seluruh operasi itu –pencabutan izin tinggal mereka, penahanan, deportasi darurat dan ekstradisi rahasia ke Turki atas 6 warga Turki dari wilayah Kosovo– dilakukan tanpa sepengetahuan dan izin dari saya,” kata Haradinaj dalam sebuah pernyataan seperti dilansir DW.
Para pria yang diekstradisi itu adalah guru-guru sekolah di Pristina dan Gjakova, yang dituduh pemerintah Turki memiliki kaitan dengan Fethullah Gulen, menurut laporan kantor berita Jerman DPA.
Ankara menuding Gulen berada di balik percobaan kudeta yang gagal tahun 2016, sebuah tuduhan yang dibantah oleh tokoh Muslim Turki yang mengasingkan diri di Amerika Serikat itu.
Nazi Ulus, salah satu kepala sekolah Turki di Kosovo, hari Kamis mengatakan kepada Reuters bahwa salah satu dari enam orang yang ditangkap tersebut adalah Mustaf Erdem, direktur seluruh sekolah Gulen yang berada di Kosovo.
Kantor berita milik pemerintah Turki Anadolu melaporkan bahwa intelijen Turki MIT menggunakan pesawat pribadi untuk membawa keenam orang tersebut ke Turki.
Beberapa pekan belakangan, Turki menekan Kosovo untuk mengambil tindakan atas sekolah-sekolah yang didanai oleh gerakan Gulen.
Hari Kamis (29/3/2018), PM Turki Binali Yildirim mengunjungi Bosnia, salah satu negara pecahan Yugoslavia yang mayoritas penduduknya Muslim, dan peminta pemerintah setempat melakukan upaya lebih terhadap sekolah-sekolah Gulen di wilayahnya.
Tidak jelas siapa yang akan menggantikan posisi Flamur Sefaj sebagai menteri dalam negeri dan Driton Gashi sebagai kepala intelijen.
Turki merupakan pendukung dominan negara Kosovo, yang menyatakan kemerdekaannya dari Serbia pada tahun 2008. Namun, Kosovo memiliki kebijakan yang tidak menyenangkan bagi Ankara, yaitu janji yang menyebutkan tidak akan menutup sekolah-sekolah Gulenis.
Gerakan Gulen membuka banyak sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi di sekitar 160 negara di dunia, termasuk di Amerika Serikat.
Fethullah Gulen dulu merupakan sekutu politik Erdogan dan AKP. Namun, hubungan mesra itu menjadi getir setelah orang-orang di lingkaran dalam Erdogan diselidiki aparat hukum dalam kasus-kasus korupsi. Erdogan menuding tuduhan-tuduhan korupsi itu merupakan karangan Gulenis. Akibatnya, Gulen dan organisasinya dicap teroris oleh pemerintah Turki yang dikuasai AKP pimpinan Erdogan.*