Hidayatullah.com–Analisis data oleh Deutsche Welle mengungkap bahwa mayoritas pemohon visa Jerman datang dari Asia. Sementara tingkat rata-rata keberhasilan lebih baik dibanding tempat lain seperti Afrika, satu dari sepuluh aplikasi dari Asia ditolak.
Setiap orang Asia yang harus mendapatkan visa jangka panjang untuk tujuan sekolah, bekerja atau reuni keluarga di Jerman mengerti kerepotan yang akan dihadapinya. Sebagian mengklaim bahwa beberapa tahun terakhir semakin sulit untuk memperoleh visa Jerman.
Seorang pemilik restoran masakan China di Jerman, tanpa bersedia disebutkan identitasnya, kepada DW mengatakan bahwa sejak lama dia ingin merekrut seorang pria tukang masak dari China, tetapi kesulitan mendapatkan visa untuknya. Aplikasinya sudah ditolak dua kali, kata pemilik restoran itu. Padahal orang yang sama beberapa tahun silam tidak menemukan kendala ketika mengajukan visa Jerman. Hal tersebut menurut si pemilik restoran karena adanya peraturan yang lebih ketat.
Akan tetapi, hal itu tidak dialami oleh lainnya, bahkan oleh sebagian orang China.
Seorang wanita yang bekerja sebagai manajer sumber daya manusia di sebuah perusahaan besar China mengatakan kepada DW bahwa dia selama bertahun-tahun menangani pengurusan visa kerja kolega-koleganya dan dia tidak pernah mengalami kesulitan.
“Tidak terlalu sulit jika seseorang bekerja untuk perusahaan besar China,” ujar wanita itu seperti dikutip DW Jumat (22/6/2018).
Tingkat keberhasilan aplikasi visa beragam antara negara satu dengan lainnya. Sebagai contoh, satu lebih dari empat aplikasi dari Bangladesh ditolak, sedangkan aplikasi China yang ditolak hanya 1 dari 20. Bahkan setiap 100 aplikasi dari Jepang yang ditolak kurang dari satu.
Sulit untuk memastikan apa kendala yang menyebabkan aplikasi visa ditolak. Kantor Kementerian Luar Negeri Jerman tidak memberikan kesempatan kepada Deutsche Welle untuk melakukan wawancara terkait isu ini. Mereka hanya mengatakan bahwa keputusan diterima atau ditolaknya aplikasi visa tergantung kedutaan Jerman di masing-masing negara tuan rumah, berdasarkan kriteria yang sudah digariskan.
Pemohon harus memberikan penjelasan rinci tentang pendapatan mereka, guna memastikan bahwa pemohon memiliki kemampuan finansial yang cukup selama berada di Jerman, atau mereka harus menunjukkan ada orang lain yang pasti dapat menanggung seluruh biaya yang diperlukan selama berada di sana. Dalam kasus reuni keluarga, pemohon harus bisa membuktikan bahwa dia menikah atau memiliki hubungan kerabat dengan orang yang tinggal di Jerman.
Kemenlu Jerman menegaskan pihaknya tidak menginstruksikan kepada kedutaan untuk mempersulit atau memudahkan aplikasi visa dari suatu negara tertentu. Namun, diakui bahwa mereka sangat berhati-hati di negara yang banyak memiliki masalah pemalsuan dokumen. Beberapa negara yang pernah masuk daftar hitam antara lain Afghanistan, Bangladesh, India dan Pakistan. Akan tetapi negara China, Indonesia dan Iran tidak pernah dimasukkan dalam daftar hitam itu.
Peneliti masalah keimigrasian Jochen Oltmer meyakini bahwa penerimaan atau penolakan aplikasi visa sangat tergantung dengan faktor kebangsaan si pemohon. Selain itu, faktor situasi politik di negara asal si pemohon juga berpengaruh, kata profesor di Institute for Migration Research and Intercultural Studies di Universitas Osnabruck itu kepada DW.
Sementara Afrika pada umumnya di Jerman dipandang sebagai benua miskin, ketimpangan yang lebar, dan potensi migrasi sangat tinggi, Asia dipandang berbeda. Benua Asia dipersepsikan sebagai masa depan dan memiliki potensi ekonomi sangat besar.
Jerman misalnya, ingin memperbaiki caranya mengelola migrasi dari India dan China. Di Jerman, India memiliki reputasi sebagai negara dengan banyak ahli komputer, jenis keterampilan yang sangat dibutuhkan di Eropa.
China, dengan kekuatan ekonomi globalnya, sangat penting bagi Jerman. “Dalam kurun 10-15 tahun terakhir, kita melihat imigrasi pelajar China ke Jerman meningkat,” kata Oltmer, seraya menambahkan bahwa perkembangan itu sangat disambut baik di Jerman, sebab mahasiswa dipandang sebagai jembatan masa depan untuk bisnis dan sains.
Ketika ditanya apakah agama si pemohon visa berpengaruh, misal Muslim cenderung ditolak dan Buddhis diterima, Oltmer mengatakan bahwa agama individu tidak terlalu signifikan, melainkan lebih kepada situasi keagamaan secara umum suatu negara.
Oltmer mencontohkan Indonesia. Meskipun Indonesia merupakan negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, tetapi dipandang sebagai negara yang mempraktekkan Islam secara moderat, yang mana hal ini kemungkinan menjadi alasan kenapa tingkat penolakan visa dari negara ini cukup rendah, kata Oltmer.
Ada faktor selain agama yang juga dapat menyebabkan permohonan visa ditolak. Ambil contoh pengalaman Ester Sianturi. Wanita asal Medan ini mengajukan permohonan visa tahun 2016 untuk bekerja sebagai pengasuh anak di Jerman. Ester menjelaskan bahwa semua persyaratan sudah dilengkapinya, termasuk sertifikat bahasa Jerman level A1. Namun, hanya hitungan hari permohonannya ditolak. Dia tentunya sangat kecewa.
Setelah itu dia menerima surat dari kedutaan perihal alasan mengapa permohonan visanya ditolak. “Orangtua anak yang akan saya asuh adalah pasangan Jerman dan Indonesia. Syarat program pengasuh anak, kewarganegaraan keluarga majikan harus berbeda dengan saya,” kata Ester kepada DW.
Ester awalnya mengajukan banding atas keputusan kedutaan itu, tetapi tidak berhasil. Enam bulan setelah penolakan itu, dia mengajukan lagi permohonan visa bekerja sebagai pengasuh anak, hanya bedanya ayah dan ibu si anak sama-sama berkebangsaan Jerman. Ester pun berhasil mendapatkan visa kerjanya di aplikasi kedua itu.
Situasi keamanan di negara Afghanistan, minimnya kemampuan finansial pemohon visa untuk menjamin hidupnya di Jerman, sering dikutip sebagai alasan rendahnya jumlah aplikasi dari Afghanistan yang diterima.
Kapasitas kedutaan dan konsulat Jerman di negara terkait juga mempengaruhi proses pengurusan visa. Kedutaan yang lebih besar dengan jumlah staf yang banyak pastinya dapat memproses permohonan visa lebih cepat dibanding kedutaan dan konsulat yang lebih kecil.
Akan tetapi, Oltmer menampik pemikiran yang menyebutkan hal di atas dijadikan alat untuk mengontrol migrasi ke Jerman. Menurutnya, kondisi perekonomian, situsi politik dan keamanan negara si pemohon visa merupakan faktor yang lebih menentukan, di samping apakah Jerman tertarik atau tidak untuk menerima pendatang asing dari negara tertentu.*