Hidayatullah.com–Buruh teh di Kenya akan mengajukan perusahaan raksasa multinasional Unilever ke Mahkamah Agung Inggris, karena gagal melindungi mereka ketika terjadi kekerasan menyusul pemilu tahun 2007 yang menewaskan lebih dari 1.000 orang.
Mereka mengatakan Unilever gagal menghormati kebijakan hak asasi manusia yang dibuatnya sendiri ketika serangan terjadi. Tuduhan ini dibantah oleh perusahaan yang dimiliki investor Belanda dan Inggris tersebut.
Menurut dokumen pengadilan, tujuh pekerja Unilever terbunuh dan 56 perempuan diperkosa saat terjadi kekerasan etnis tersebut.
Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada CEO Unilever Paul Polman, para pekerja mengatakan pihak manajemen membiarkan mereka dalam bahaya dengan mengabaikan ancaman mati yang dilaporkan pekerja. Padahal ancaman tersebut ada yang berasal dari rekan kerja mereka sendiri.
Banyak pekerja, yang berasal dari daerah lain di luar kawasan perkebunan teh, lari menyelamatkan diri menjauhi perkebunan yang terletak di bagian barat Kenya itu selama 6 bulan. Dan selama itu pula Unilever menghentikan gaji mereka.
Namun, Unilever bersikukuh mengatakan setiap karyawan sudah mendapatkan kompensasi, dan bahwa pihaknya memberikan dukungan signifikan kepada pekerjanya selama periode itu, termasuk mengeluarkan dana $500.000 untuk keluarga korban kemalangan.*