Hidayatullah.com—Museum Bibel yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, hari Senin (22/10/2018) mengumumkan bahwa lima potongan dari koleksi Dead Sea Scrolls unggulannya merupakan barang palsu.
Pihak museum mengatakan telah mengirim lima potongan tersebut ke Institut Federal Jerman untuk Riset dan Uji Material (BAM), setelah para peneliti independen mempertanyakan keaslian benda-benda tersebut.
Para peneliti BAM mendapati bahwa potongan naskah itu “menunjukkan karakteristik yang tidak konsisten dengan benda-benda kuno.” Oleh karena itu, pihak museum mengatakan akan menyingkirkan potongan naskah Dead Sea Scrolls itu dari ruang pamernya.
Tahun lalu, potongan naskah Bibel itu dikirim ke pakar-pakar pemalsuan di Berlin guna mengetahui pasti keasliannya. Ketika itu, Direktur Koleksi Museum Bibel David Trobisch mengegaskan bahwa memalsukan teks-teks kuno merupakan pekerjaan yang sangat rumit.
“Jika ini pemalsuan, itu mungkin [dilakukan] oleh satu dari kolega saya,” kata Trobisch kepada majalah New York Live Science seperti dilansir DW, merujuk pada pengetahuan tingkat tinggi yang diperlukan untuk melakukan pemalsuan teks-teks kuno.
Dead Sea Scrolls dianggap sebagai manuskrip tertua Bibel dalam bahasa Ibrani. Potongannya ditemukan antara tahun 1947 dan 1956 di gua-gua yang berada di Qumran, yang dikuasai Israel dan dianggap sebagai situs warisan alam.
Museum Bibel saat ini memiliki 11 potongan Dead Sea Scrolls yang dianggap otentik, meskipun sebagian dari potongan itu saat ini masih menjalani penelitian untuk memastikan keasliannya.
Sebagian besar potongan Dead Sea Scrolls berada di bawah kontrol ketat Otoritas Kepurbakalaan Israel.
Sebulan sebelum pembukaannya pada November 2017, Museum Bibel terpaksa membayar $3 juta uang penyelesaian perkara atas perannya dalam penyelundupan sekitar 5.500 artefak, termasuk tablet-tablet berbentuk runcing terbuat dari tanah liat, yang diambil dari Iraq.*